Penulis: Hardik Khatri, Data Analyst, OpenSignal
Penggunaan 4G/5G belum optimal karena operator masih harus melayani pengguna 3G. OpenSignal menyarankan operator seluler segera melakukan langkah ini.
Dalam rangka mempercepat transformasi digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum lama ini melelang spektrum 30MHz pada pita frekuensi 2.5 GHz. Tujuan dari pelelangan tersebut adalah melengkapi kebutuhan teknologi 4G dan mulai menerapkan teknologi 5G.
Akan tetapi, saat Indonesia sedang membuat langkah untuk mengadopsi jaringan generasi kelima (5G), sebagian besar masyarakat justru masih bergantung pada teknologi 3G. Masih besarnya ketergantungan terhadap teknologi 3G ini menjadi tantangan tersendiri bagi operator seluler, terutama untuk mematikan jaringan 3G dan menggunakan spektrum nirkabel tersebut untuk teknologi 4G yang lebih efisien dan, tentunya, 5G.
OpenSignal telah mencari tahu lebih lanjut alasan para pengguna teknologi 3G, atau yang kita sebut sebagai “3G-only users”, tidak pernah terhubung dengan 4G. Dari penelusuran yang dilakukan, ada tiga alasan utama mengapa banyak pengguna smartphone di Indonesia tidak pernah beralih ke teknologi 4G.
1.Pengguna tidak berlangganan 4G
Data kami menunjukkan 67,5% 3G-only users di Indonesia mempunyai smartphone berkemampuan 4G dan mereka menghabiskan waktu di area yang
terjangkau oleh 4G. Kemungkinan besar para 3G-only users ini tidak melakukan peningkatan berlangganan 4G (karena pengguna tidak sadar akan keuntungannya) atau pengguna menonaktifkan koneksi 4G pada ponselnya.
Hal yang dapat dilakukan oleh para operator seluler di Indonesia untuk mengajak sebagian besar 3G-only users melakukan migrasi ke 4G, nantinya ke 5G, dan menggunakan teknologi 4G yang modern dan efisien, yaitu dengan meningkatkan pengalaman pengguna seluler secara keseluruhan. Caranya dengan memperkenalkan tarif paket 4G yang menarik dan menjelaskan manfaat 4G terhadap pengalaman seluler yang lebih baik.
2.Pengguna tidak memiliki perangkat berkemampuan 4G
Sebanyak 16,8% dari 3G-only users diI Indonesiamenghabiskan waktu di area yang terjangkau oleh 4G, tapi pengguna tidak memiliki perangkat yang dapat memanfaatkan 4G. Beberapa faktor mempengaruhi hal ini, contohnya, walaupun smartphone yang berkemampuan 4G semakin terjangkau, pengguna yang berpenghasilan rendah tetap tidak mampu untuk membeli.
Selain itu, kemampuan digital yang terbatas menyebabkan pengguna tetap memanfaatkan smartphone yang mudah untuk dioperasikan, serta kurangnya pemahaman pengguna akan perbedaan antara perangkat 3G dan 4G.
3.Pengguna tidak terjangkau oleh jaringan 4G
Sebanyak 10,9% dari 3G-only users memiliki smartphone yang berkemampuan 4G, tetapi pengguna menghabiskan waktu di area yang tidak terjangkau 4G dari operator seluler yang mereka gunakan. Artinya, pengguna tidak memakai 4G karena area mereka tidak terjangkau oleh 4G. Sebagai tambahan, 4,9% dari 3G-only users tidak memiliki perangkat yang berkemampuan 4G dan mereka juga berada di area yang tidak terjangkau teknologi 4G, sehingga 15,8% masyarakat Indonesia tidak pernah memakai 4G.
Pengalaman "Buruk" Pengguna 3G
Selanjutnya, dari analisis yang dilakukan OpenSignal menunjukkan pengguna smartphone 3G di Indonesia mempunyai kecepatan unduh yang rendah, rata-rata 5,5 Mbps. Kecepatan itu 60% lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan unduh pengguna 4G (rata-rata 13,9 Mbps). Sementara 82,4% dari 3G-only usersterhubung ke jaringan data seluler setiap saat, atau lebih rendah 14,4% dari para pengguna koneksi 4G. Hal ini menggambarkan bahwa 3G-only users yang berada di area jangkauan 4G akan mengalami peningkatan pengalaman penggunaan seluler apabila meningkatkan layanan ke teknologi 4G.
Hapus Spektrum 2G dan 3G Demi 4G/5G
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam pengalaman jaringan seluler. Namun, cara spektrum digunakan untuk layanan seluler membatasi Indonesia mewujudkan potensi sepenuhnya.
Untuk meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan penggunaan pita frekuensi yang tersedia, operator di Indonesia mulai memperbarui bagian dari pita 800 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, dan 2100 MHz untuk 4G. Meskipun begitu, operator masih bergantung pada pita 900 MHz dan 1800 MHz untuk menyediakan 2G dan 2100 MHz untuk menyediakan 3G demi mendukung sebagian pengguna.
Apabila pita frekuensi tersebut dapat digunakan untuk layanan 4G, pengalaman seluler di Indonesia akan meningkat, karena jaringan 4G dan 5G lebih efisien dalam menggunakan kapasitas spektrum dibandingkan dengan teknologi lama 2G dan 3G. Standar dari teknologi terbaru ini dapat mendukung kecepatan yang lebih tinggi, penggunaan data yang lebih banyak, bertambahnya pengguna pada pita MHz yang sama dibandingkan dengan 2G dan 3G.
Pada pelelangan ulang terbaru frekuensi 2,3 GHz, Telkomsel dan Smartfren masing-masing memenangkan spektrum 20 MHz dan 10 MHz. Telkomsel telah mengungkapkan rencana untuk menyebarkan 5G pada pita ini dengan bandwidth 30 MHz dalam rentang 2.300 MHz hingga 2.330 MHz.
Sedangkan Smartfren berencana untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas dari layanan yang sudah ada, dan juga memperluas jaringan ke area-area yang belum terjangkau oleh layanannya.
Sementara itu, XL tidak mendapatkan spektrum yang baru dan berencana untuk memaksimalkan 4G yang sudah ada. Sedangkan 3 telah bermitra dengan Nokia untuk menyebarkan teknologi berbagi spektrum (DDS) untuk 3G dan 4G di jaringan mereka saat ini.
Migrasi 3G-only Users ke 4G Untungkan Indonesia
Data milik OpenSignal menunjukkan adanya kesenjangan pengalaman pengguna jaringan seluler antara pemakai 3G dan 4G. Berdasarkan analisis kami, alasan utama pengguna tidak merasakan manfaat 4G karena mereka tidak berlangganan, bukan karena jangkauan 4G. Seiring dengan kemajuan Indonesiamenuju 5G, operator di Indonesia akan mendapatkan manfaat jika pengguna melakuakn migrasi dari 3G ke 4G dan memperbarui pita spektrum 2G/3G ke layanan 4G. Hal itu akan membantu mempercepat penyebaran jaringan 4G dan 5G yang dapat menjembatani kesenjangan digital di Indonesia, serta meningkatan pengalaman pengguna secara keseluruhan, dan mendorong perkembangan sosial-ekonomi yang positif.