Startup penyedia platform Point of Sales (POS) asal Indonesia, Qasir menjajaki kerja sama dengan KoinWorks dan sejumlah perusahaan fintech lainnya guna memberikan alternatif pembiayaan modal usaha kepada para usahawan yang ada di ekosistem Qasir.
Upaya ini dilakukan karena masih banyak usahawan mikro yang belum memperoleh informasi tentang opsi pendanaan dari P2P Lending, termasuk mekanisme pengajuannya dan lain-lain.
Pemberian bantuan permodalan ini menggunakan mekanisme PO financing, atau invoice financing. Dengan sistem ini merchant dapat mendaftarkan usahanya, proyek yang sedang dikerjakan, dengan menyertakan bukti PO/invoice yang harus dibayarkan.
Menurut CEO Office Qasir, Ivan Hadwin Rarumangkay, langkah ini dibuat sesederhana mungkin karena pihaknya memahami kesulitan usahawan mikro tidak hanya terletak dari administratif, tapi juga tantangan secara literasi digital. “Kami tidak ingin mempersulit merchant-merchant mikro dengan proses kompleks. Melalui pengajuan via Qasir, tim kami akan kelola data merchant dan mengolahnya secara terintegrasi. Hasilnya, data transaksi merchant akan jadi acuan KoinWorks untuk menetapkan plafon maksimal pembiayaan dana,” Ivan menjelaskan.
Machine Learning Pangkas Tahapan Administratif
Selaku pengusul proyek, Ivan juga menyebut bahwa pengajuan melalui Qasir setidaknya memangkas tahapan administratif cukup signifikan, dibanding melakukan pengajuan secara terpisah. “Apalagi jika usahawan belum familiar dengan konsep Peer to Peer (P2P) Lending, memilih platform saja sudah makan waktu, belum lagi pemahaman cara kerjanya. Dari sini kami sadar, perlu ada penengah agar setiap usahawan punya kesempatan yang sama untuk mendapat modal usaha. Setidaknya, melalui analisis sampling dari kami, rekap transaksi bulanan merchant akan kami olah secara otomatis dan secara angka, akan jadi bukti kemampuan finansial usahawan. Jika diilustrasikan, proses yang biasanya butuh 10 tahap, kini bisa menyusut sampai 5 tahap saja,” tambahnya.
Sebagai informasi, Qasir memanfaatkan machine learning untuk merekap data transaksi merchant sebagai collaterals pengajuan dana. Dengan teknologi ini, Qasir dapat memangkas sampai lima tahapan pengajuan dana P2P Lending, dibanding melakukan pengajuan secara manual.
Proses akan menjadi lebih sederhana lagi jika merchant memanfaatkan fasilitas pembayaran digital QRIS--yang ada di aplikasi Qasir--pada setiap transaksinya. Dengan menggunakan transaksi digital, maka secara otomatis transaksi tersebut tervalidasi sebagai transaksi yang real. Dengan begitu, kesempatan merchant untuk mendapatkan pembiayaan pun semakin besar.
Untuk saat ini, pengajuan pembiayaan dana ke peer to peer (P2P) lending melalui Qasir masih berupa pilot project. Ivan menyebut sosialisasi tahap awal dibuka ke 350 merchant.
“Kami seleksi dulu merchant yang punya kapasitas finansial baik, selanjutnya kami buka untuk 8.000 merchant dengan konsentrasi awal di Pulau Jawa,” ujarnya.
Keamanan Berlapis
Menjawab soal keamanan, CEO Qasir Michael Williem menambahkan proyek ini telah melalui tahap evaluasi keamanan yang berlapis untuk memastikan data merchant selalu aman.
“Tidak bisa dipungkiri salah satu kekhawatiran merchant yang masih ragu mencoba pembiayaan digital adalah keamanan data transaksi, aliran modal ke borrower dan lender-nya. Untuk itu, secara internal, kami menggunakan VPN khusus yang sifatnya closed platform,” katanya.
Adapun untuk menjamin perolehan dana digunakan secara tepat, pembayaran PO dan invoice akan langsung dilakukan ke penerbit, bukan ke merchant yang mengajukan. “Jadi sifatnya bukan kami berikan uang cash, tapi PO atau invoice mereka yang nanti dibayarkan dan usahawan akan membayar secara lumpsum atau cicilan,” kata pria yang akrab disapa Mike ini.
Di Tiga Fase Ini Merchant Perlu Tambahan Modal
Saat ini, tercatat merchant Qasir terus mengalami kenaikan. Per bulan Juli 2021, tercatat aplikasi Qasir diunduh sebanyak 740,000 user, dimana dari 233,000 merupakan active user dengan total transaksi sebanyak 177 juta kali. Dari jumlah tersebut, Qasir mencatat total nilai transaksi sebesar Rp 14,2 triliun.
Berdasarkan data dari Qasir, rata-rata merchant mulai membutuhkan tambahan modal usaha ketika berada pada fase bisnis tertentu.
Pertama, kebutuhan membuka cabang. Biasanya, merchant punya basis pelanggan besar dan dituntut untuk bisa lebih dekat dengan area konsumennya.
Kedua, tambahan inventaris. Semakin bertambah variasi produk biasanya membuat usahawan mempertimbangkan kepemilikan aset-aset baru untuk menunjang produktivitasnya.
Ketiga, stabilitas arus kas. Faktor eksternal yang datangnya tidak kenal waktu, seperti pandemi, bisa membuat bisnis goyah dalam hitungan hari. Memiliki pegangan kas adalah strategi usahawan untuk memastikan bisnisnya punya cadangan tenaga sampai kondisi ekonomi kembali pulih.