Find Us On Social Media :

Membangun Kapasitas Siber di Asia Pasifik Harus Didukung SDM Mumpuni

By Rafki Fachrizal, Jumat, 17 September 2021 | 11:00 WIB

Ilustrasi SDM di Bidang Keamanan SIber

Kemampuan pertahanan siber negara-negara di Asia Pasifik seringkali dibatasi oleh pengetahuan sumber daya manusianya dan kualitas kolaborasi lintas batas antara organisasi swasta dan publik di kawasan tersebut.

Karena itu, kesenjangan keamanan siber ini harus segera diatasi oleh para pemangku kepentingan di Asia Pasifik untuk membangun ruang siber yang lebih aman.

Permasalahan ini menjadi topik utama dalam Online Policy Forum Asia Pasifik ke-3 Kaspersky dengan tema “Greater Cyber-resilience through Cyber Capacity Building” yang digelar beberapa waktu lalu.

"Saat kita mengalami percepatan transformasi digital di era siber ini, kita menghadapi tantangan keamanan yang turut membebani akan kebutuhan sumber daya keamanan siber mumpuni,” kata Chris Connell, Managing Director Asia Pasifik Kaspersky.

“Berinvestasi dalam bakat siber dan mempromosikan kesadaran keamanan serta pendidikan digital bagi para pengguna adalah kunci kesuksesan dalam membangun keamanan siber masyarakat dan ekonomi digital yang tangguh,” tambah Chris.

Berbagai penelitian yang dirilis selama beberapa tahun terakhir telah mencatat kesenjangan keterampilan keamanan siber global, khususnya di Asia Pasifik, yang mungkin disebabkan oleh proses digitalisasi yang masif di kawasan tersebut begitu juga risiko keamanan sibernya.

“Dengan terus meningkatnya ancaman siber dan aktivitas kejahatan siber yang berdampak pada masyarakat, sebuah paradigma baru telah muncul dalam penegakan hukum global. Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi INTERPOL adalah kesenjangan dalam kemampuan dan kapasitas siber penegakan hukum, secara nasional, regional, dan global disaat jaringan kriminal terus memperluas infrastruktur dan aktivitasnya. Dalam rangka mengatasi tantangan tersebut, penegak hukum harus menjadi mitra terpercaya secara regional. Menjadi kolaboratif, inklusif dan terbuka akan membantu kita mengurangi kesenjangan, serta meningkatkan kemampuan dan kapasitas siber,” jelas Craig Jones, Cybercrime Director INTERPOL

Dalam kesempatan yang sama, Profesor Li Yuxiao Wakil Presiden Chinese Academy of Cyberspace Studies menambahkan poin Jones dalam hal fokus pada strategi jangka panjang dan bersama membangun komunitas dunia siber masa depan.

Li juga menetapkan bahwa peningkatan kapasitas siber di Asia Pasifik harus fokus pada infrastruktur jaringan, waspada terhadap tantangan yang dibawa oleh keamanan siber, dan memperkuat pengembangan sistem pelatihan personel seiring kawasan Asia Pasifik terus memanfaatkan kekuatan Industri 4.0.

Didorong oleh biaya produksi yang rendah, basis industri yang luas, dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah daerah di Asia Pasifik, kawasan ini akan siap menjadi pusat dan pasar terbesar untuk Industri 4.0 dalam lima tahun ke depan.

Profesor Seungjoo Kim selaku Anggota Komite Presiden untuk Revolusi Industri ke-4 mengutip kisah sukses di mana sejumlah negara mulai meningkatkan kebijakan dan peraturan keamanan siber di tengah upaya mereka menuju masyarakat yang lebih terhubung.

Kim mencatat, "Saat kita memasuki era Revolusi ke-4, keamanan siber menjadi prioritas penting lebih dari sebelumnya. Misalnya, di Uni Eropa, peraturan tentang keamanan siber otomotif akan diwajibkan untuk semua kendaraan baru yang diproduksi mulai Juli 2024. Seiring pentingnya unsur keamanan siber tersebar di semua bidang, pakar keamanan wajib memiliki pengetahuan domain yang lebih mendalam daripada sebelumnya. Sekarang, saatnya bagi kita untuk memikirkan program pengembangan tenaga kerja yang lebih efektif untuk melatih pakar keamanan dalam setiap sektor industri."

Peran selanjutnya, adalah Kaspersky sebagai perusahaan keamanan siber global yang telah menjadi mitra tepercaya INTERPOL.