Di era digitalisasi ini, seluruh masyarakat menjadi lebih terhubung dan memiliki ketergantungan yang lebih besar terhadap berbagai sarana digital yang tersedia. Ekonomi berperan besar memperluas dampak teknologi digital, seperti pada produksi dan konsumsi produk digital, layanan dan pengalaman digital sampai setidaknya 65% produk domestik bruto (PDB). Dalam bentuk ekonomi seperti ini, semua industri akan didorong dan dibentuk oleh perusahaan yang berorientasi pada masa depan (Future Enterprises).
Di Asia Tenggara, pelemahan ekonomi yang terjadi karena pandemi Covid-19 membuat sebagian besar perusahaan melakukan transformasi dan beradaptasi dengan kondisi tersebut. Transformasi ini dapat terlihat dari sejumlah fase pada masing-masing periode.
"Pada kuartal II 2020, 60% perusahaan di Asia-Pasifik mulai mengubah mindset mereka untuk menjadi perusahaan yang tangguh dalam menghadapi krisis," ujar Managing Director IDC ASEAN Sudev Bangah.
Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), dalam Lintasarta Cloudeka Conference : ICT & Business Outlook 2022 dipaparkan pada Kuartal IV 2020, 31% perusahaan di Asia Tenggara mengalihkan fokus investasi pada model bisnis baru, melakukan ekspansi pasar dan mengubah strategi pendekatan terhadap konsumen (Sumber: IDC COVID Wave Survey, 15 Desember 2020). Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk memastikan perusahaan tetap dapat beroperasi dan menjalankan bisnisnya.
Menjelang akhir 2020 tingkat optimisme pelaku bisnis terlihat lebih tinggi, dipicu oleh peluncuran vaksin dengan harapan ekonomi akan berangsur membaik dan kasus positif COVID-19 melandai dan lebih stabil di pasar.
Di sisi lain, belanja teknologi informasi (TI) secara keseluruhan terkontraksi 1,1%, angka ini sedikit lebih baik dari perkiraan sebelumnya yaitu kontraksi 2% sampai 3%. Sebagian besar pengeluaran teknologi tersebut difokuskan untuk penggunaan cloud, analytics, automasi, aplikasi keamanan, produktivitas dan komunikasi.
Pada kuartal I 2021, sejumlah perusahaan mengatur ulang strategi mereka agar menjadi perusahaan yang berorientasi di masa depan. Hal tersebut dilakukan dengan menjalankan investasi yang tepat dan memperkuat infrastruktur teknologi. Pada akhirnya kedua hal tersebut menghasilkan platform digital, automasi bisnis, dan pengelolaan data bisnis secara modern bagi perusahaan.
Perubahan strategi digital menyebabkan perusahaan membutuhkan layanan cloud yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sebanyak 54% perusahaan menggunakan anggaran belanja operasional lebih besar untuk pengadaan cloud (Sumber: IDC Cloud Pulse Asia/Pacific, 2021).
Sebanyak 84% di antaranya lebih memilih penyedia layanan cloud yang bisa membantu mereka mengatur aktivitas bisnisnya; 44% perusahaan menginginkan layanan cloud yang menyediakan keamanan data lebih baik, dan 22% perusahaan ingin layanan cloud yang menyediakan akses yang sesuai aktivitas bisnisnya.
Pada kuartal II 2021, keputusan dan langkah-langkah perusahan dibuat dalam kondisi dunia yang masih belum pasti. Dalam kondisi tersebut, anggaran belanja TI semakin meningkat. Beberapa di antaranya terkait layanan cloud, aplikasi analisis, internet of things (IoT), artificial intelligence, automation technologies dan business services.
“Pengelolaan anggaran untuk TI merupakan hal yang kritikal, perusahaan harus dapat membuat keputusan belanja teknologi yang selaras dengan tujuan bisnis yang ingin dicapai perusahaan. Belanja teknologi yang dilakukan harus dapat mendukung keberlanjutan bisnis, membantu perusahaan meningkatkan kualitas sistem supply chain, memastikan produksi tetap berjalan dan perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen” disampaikan lebih lanjut oleh Sudev Bangah.
Sebelum pandemi Covid-19, perusahaan melakukan investasi untuk mengantisipasi potensi disrupsi pada bisnis. Sebagian besar rencana bisnis tidak memperhitungkan kondisi unik seperti pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak perusahan kesulitan untuk merespon kondisi tersebut di awal pandemi.