Penulis: Josep Garcia, Vice President and General Manager, Asian Growth and Emerging Markets (GEMs), Red Hat Asia Pacific
Edge computing berpotensi menghadirkan layanan publik yang lebih efisien, lebih insightful, dan lebih hemat biaya.
Semakin banyak aplikasi, mulai dari 5G dan otomatisasi industri, hingga connected home dan perangkat streaming, kini mengandalkan kemampuan edge computing, dan minat pada teknologi ini sedang tumbuh di kawasan Asia Pasifik. Menurut GlobalData, pasar untuk edge computing di Asia Pasifik (APAC) diperkirakan akan mencapai US$5,8 miliar pada 2024, atau merepresentasikan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 21% selama lima tahun.
Kini, setelah melihat value yang diberikan edge computing kepada sektor lain, sudah saatnya lembaga pemerintahan mempertimbangkan kelebihan komputasi edge.
Penggunaan Meningkat di Berbagai Sektor
Dengan pemrosesan yang dilakukan di, atau sangat dekat dengan, sumber data (alih-alih di cloud atau di data center yang terpisah), edge computing memungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang diberikan oleh perangkat yang berada di tempat yang sangat penting.
Pusat transportasi yang sudah serba terhubung bisa menggunakan sensor dan perangkat edge yang terhubung ke jaringan privat/khusus untuk melacak pergerakan kendaraan, infrastruktur dan cuaca untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan operasional.
Perusahaan di sektor seperti konstruksi juga bisa menggunakan perangkat on-/off-body edge untuk meningkatkan keamanan pekerja mereka. Perangkat ini bisa mengirimkan peringatan saat situasi melewati ambang batas keamanan.
Sementara jaringan edge 5G memungkinkan melakukan analisis secara real time terhadap data-feed yang datang dari lokasi yang jauh atau dari perangkat mobile lalu memicu peringatan.
Merintis Jalan Menuju Smart City di Asia
Salah satu contoh penggunaan edge computing yang paling menjanjikan di pemerintahan lokal adalah penggunaan edge computing untuk pengelolaan smart city. Contohnya adalah pengaturan arus lalu lintas di pusat kota, sesuatu yang sangat penting dan mendesak di kota besar, seperti Jakarta dan Bangkok. Pengguna jalan di kedua kota itu membuang waktu mereka di jalan raya masing-masing 67 jam dan 33 jam per tahun, pada tahun 2020, karena kemacetan lalu lintas, bahkan pada saat pembatasan sosial berskala besar diberlakukan tahun lalu.
Masalah ini bisa jadi lebih serius dari yang disadari sebab bisa menyebabkan berbagai masalah mulai dari pemicu rasa frustrasi bagi pengendara dan penumpangnya, hingga hilangnya produktivitas bisnis. Kemacetan lalu lintas juga masalah serius bagi paramedis, yang sangat tergantung pada kesigapan. Waktu satu detik saja sangat berarti bagi mereka dalam memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat.