Perusahaan keamanan siber Kaspersky merilis hasil penilitian terbarunya berjudul “Mapping a secure path for the future of digital payments in APAC”,
Penelitian ini mempelajari interaksi pengguna lokal dengan pembayaran digital yang tersedia di Asia Pasifik (APAC) dan mengobservasi sikap mereka terhadap kepraktisan tersebut.
Penelitian ini nantinya akan menjadi pemegang kunci untuk memahami faktor-faktor selanjutnya apakah adopsi teknologi ini semakin berkembang atau mengalami kemunduran.
Salah satu temuan utamanya menunjukkan bahwa sebagian besar (90%) responden Asia telah menggunakan aplikasi pembayaran digital setidaknya sekali dalam 12 bulan terakhir, yang mengkonfirmasi ledakan tekfin di wilayah tersebut. Hampir 2 dari 10 (15%) di antaranya baru memulai menggunakan platform pembayaran digital setelah pandemi.
Filipina mencatat persentase pengadopsi uang elektronik (e-cash) baru tertinggi sebesar 37%, diikuti oleh India (23%), Australia (15%), Vietnam (14%), Indonesia (13%), dan Thailand (13%). Sedangkan terendah adalah Cina (5%), Korea Selatan (9%), dan Malaysia (9%).
Cina telah menjadi pemimpin terkemuka dalam pembayaran seluler di Asia Pasifik. Bahkan sebelum era pandemi, platform lokal teratasnya, Alipay dan WeChat Pay, telah menyebabkan adopsi massal yang signifikan dan menjadi contoh bagi negara-negara Asia lainnya.
“Data dari penelitian terbaru kami menunjukkan bahwa uang tunai masih menjadi raja, setidaknya untuk saat ini, di Asia Pasifik dengan 70% responden masih menggunakan catatan fisik untuk transaksi sehari-hari mereka. Namun, pembayaran mobile dan aplikasi mobile banking tidak jauh tertinggal dengan 58% dan 52% pengguna menggunakan platform ini setidaknya sekali seminggu hingga lebih dari sekali sehari untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan keuangan mereka,” jelas kata Chris Connell, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky dalam acara konferensi media virtual bertema “Menandai pergerakan uang di Asia Pasifik (“Marking the money movement in APAC”) yang digelar Kamis (14/10).
“Dari statistik tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa pandemi telah memicu lebih banyak orang untuk terjun ke ekonomi digital, yang dapat sepenuhnya menurunkan penggunaan uang tunai di kawasan ini dalam tiga hingga lima tahun ke depan,” tambah Chris.
Keamanan dan kenyamanan memicu lebih banyak pengguna di Asia Pasifik untuk merangkul teknologi keuangan.
Lebih dari setengah responden survei mencatat bahwa mereka mulai menggunakan metode pembayaran digital selama pandemi karena lebih aman dan nyaman daripada melakukan transaksi tatap muka.
Responden juga menyebutkan bahwa platform digital memungkinkan mereka untuk melakukan pembayaran sembari mematuhi aturan jarak sosial (45%) dan bahwa ini adalah satu-satunya cara mereka dapat melakukan transaksi moneter selama masa penguncian sosial (36%).
Untuk 29% pengguna, gateway digital sekarang lebih aman dibandingkan dengan era sebelum COVID-19 dan persentase yang sama juga mengapresiasi segala bentuk insentif dan hadiah yang ditawarkan oleh penyedia pembayaran digital.
Meskipun memiliki presentase kecil, teman dan kerabat (23%) masih memengaruhi pengguna baru serta pemerintah daerah (18%) dalam mempromosikan penggunaan metode pembayaran digital.