Pertumbuhan perusahaan teknologi secara global berkembang pesat dengan kapitalisasi pasar tumbuh 29% (CAGR 2009—2020) yang diakselerasi oleh dampak Covid-19, sedangkan perusahaan telekomunikasi tumbuh stagnan hanya 3%. Melihat data tersebut maka akan sangat menguntungkan jika perusahaan telekomunikasi mau mengubah diri menjadi perusahaan teknologi.
Menurut Sawrwoto, perburuan start up menjadi tren di kalangan operator saat ini. Meski berisiko besar, mengakuisisi start up jauh lebih murah dan diharapkan lebih menguntungkan, dibandingkan dengan mengakuisisi perusahaan teknologi kelas unicorn. Lewat merger dan perbaikan infrastruktur, operator bisa mempunyai posisi tawar yang baik untuk dapat mengakuisisi perusahan teknologi incarannya.
Sehatnya industri telekomunikasi tidak hanya berguna bagi industri itu sendiri, keberlangsungan hidupnya memberi dampak sangat besar bagi program transformasi digital nasional. Tanpa internet, ekonomi digital yang diharapkan meningkatkan pendapatan negara tidak akan tercapai. Butuh peran pemerintah untuk mempercepat regulasi yang dibutuhkan dan peran masyarakat untuk mendorongnya agar index digital Indonesia dapat meningkat.
Transformasi digital merupakan tumpuan harapan bangkitnya ekonomi Indonesia saat ini. Terlebih selama dua tahun lebih mengalami pandemi. Telekomunikasi atau core ICT yang dilakukan oleh operator merupakan motornya.
Maka proses merger and acquisition (M&A) harus dilakukan. Jika tidak operator-operator hanya akan berada di level survival. Padahal yang dibutuhkan untuk proses transformasi digital itu sendiri adalah perusahaan telco yang sustainable. Sarwoto menegaskan, “Sustainability Telcos adalah kepentingan nasional.”