Perusahaan kekinian memiliki daya tarik tersendiri di mata para jobseeker, terutama generasi milenial dan Gen Z. Ternyata ada tiga strategi penerapan budaya organisasi yang mereka terapkan, menurut pengamatan VENTENY.
Perusahaan-perusahaan teknologi, seperti Google, Gojek, dan Tokopedia termasuk perusahaan yang diincar banyak pencari kerja. Bukan hanya karena bisnis digital tengah berkembang pesat saat ini. Namun juga karena perusahaan-perusahaan tersebut dipandang memiliki daya tarik di sisi budaya organisasi dan benefit yang ditawarkannya.
Group Chief Operating Officer, VENTENY, Damar Raditya mengamati bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan strategi tersendiri dalam menerapkan budaya organisasi.
Pertama, perusahaan menentukan nilai-nilai yang jelas untuk seluruh karyawan. Damar menjelaskan bahwa nilai-nilai tersebut dapat berupa kebijakan yang bersifat wajib, atau kebiasaan yang pada akhirnya membentuk budaya di lingkungan kerja.
Misalnya, Tokopedia memiliki nilai yang disebut ‘3 DNA’ bagi seluruh karyawannya, yaitu focus on consumer, growth mindset, dan make it happen make it better, seperti dikutip dari marketeers.com. Agar tidak sekedar menjadi jargon, perusahaan harus memastikan karyawan mengerti makna di balik nilai-nilai tersebut serta kaitannya dengan tujuan perusahaan.
Strategi kedua adalah memahami kebutuhan dan keinginan karyawan sebagai bagian dari motivasi bekerja. Bentuknya, menurut Damar, mulai dari memberikan gaji dan tunjangan yang sepadan dengan tanggung jawab, menyediakan fasilitas-fasilitas utama hingga penunjang gaya hidup, serta pengelolaan jam kerja guna mendorong terwujudnya work life balance. Kehadiran perusahaan dalam pemenuhan hal-hal tersebut mampu memotivasi karyawan untuk mengerahkan potensi terbaiknya bagi perusahaan.
Ketiga, peran perusahaan dalam menciptakan employee happiness kepada karyawan. Google misalnya, mereka meyakini kreativitas dan produktivitas individu lahir dari lingkungan kerja yang menyenangkan. Untuk itu, Google memilih menyediakan perks atau fasilitas ekstra yang bisa dinikmati karyawan sehari-hari seperti ruang istirahat, makan gratis, dan permainan di kantor, dibandingkan mengadakan kegiatan rekreasi (outing) karyawan.
Damar mengatakan, adanya budaya progresif tersebut tak lepas dari pengaruh generasi millennial dan generasi Z yang kini mendominasi angkatan kerja. “Generasi tersebut punya sudut pandang dan karakter yang bisa menjadi kekuatan bagi perusahaan. Mereka progresif, terbuka dengan perubahan, dan sadar dengan kualitas dirinya. Alih-alih terus mempertajam generation gap, perusahaan bisa belajar dari keunggulan mereka dalam menginspirasi budaya organisasi baru. Karena, nantinya juga akan menguntungkan perusahaan ke depannya,” Damar Raditya memberikan saran.
Selain membawa pengaruh dalam budaya organisasi, sebagai pencari kerja, generasi milenial dan gen Z ini juga cenderung mempertimbangkan perusahaan yang mendukung peningkatan kualitas mereka sebagai individu, selain faktor-faktor konvensional seperti gaji dan jabatan.
Perubahan Budaya Perusahaan Tidak Harus Selalu Drastis
Sebagai perusahaan HR-tech super-app, VENTENY memahami tidak semua perusahaan memiliki privilege dalam mengubah budaya organisasi, atau menawarkan benefit yang mengikuti perkembangan kebutuhan generasi muda. Oleh karena itu, perusahaan dengan budaya organisasi yang sudah berjalan tahunan serta memiliki jumlah karyawan yang besar disarankan melakukan dialog internal serta melakukan adaptasi yang mungkin akan berjalan lama panjang dalam melaksanakan transformasi budaya perusahaan.
Selain itu, Damar juga menambahkan bahwa keterbatasan data dan anggaran, serta tipe model bisnis, juga menjadi tantangan dalam melakukan transformasi budaya. Menyediakan fasilitas olahraga dan makan gratis tentu membutuhkan anggaran operasional perusahaan yang tidak sedikit. Dan tidak semua model bisnis perusahaan juga dapat menerapkan remote working, contohnya industri-industri konvensional seperti manufaktur dan konstruksi yang membutuhkan kehadiran fisik dalam bekerja.