Find Us On Social Media :

Memindahkan Hortikultura dan Budi Daya Dalam Ruangan ke Cloud

By Cakrawala, Kamis, 16 Desember 2021 | 10:00 WIB

Ilustrasi budi daya dalam ruangan.

Penulis: Aloke Barua (Sr. Product Marketing Engineering, Microchip Technology Inc)

 

Salah satu kasus bisnis yang paling menjanjikan untuk layanan cloud dan IoT (internet of things) adalah pemantauan lingkungan untuk membantu memastikan lingkungan pertumbuhan dalam ruangan yang stabil untuk penanaman lokal tanaman nonasli, seperti buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, dan rempah-rempah. Jaringan IoT yang terhubung ke cloud akan memungkinkan penggunaan sistem manajemen pra dan pascapanen yang efisien untuk aplikasi hortikultura dan budi daya dalam ruangan.

Selain itu, Jaringan IoT yang terhubung ke cloud akan mendorong adanya dan pertumbuhan industri Pertanian Lingkungan Terkendali (Controlled Environmental AgricultureCEA) skala besar yang etis, berkelanjutan, dan pada akhirnya menguntungkan. Sistem ini akan memanfaatkan sensor IoT yang terus mengukur dan melaporkan data lingkungan, serta memicu tindakan atau perintah saat penyesuaian diperlukan. Petani perlu memahami praktik terbaik untuk menentukan dan menerapkan sistem ini, termasuk persyaratan penting implementasi teknologi enkripsi dan autentikasi sehingga peretas tidak dapat mengambil kendali yang membahayakan operasi atau mencuri data berharga.

Keuntungan Budi Daya Dalam Ruangan yang Terlokalisasi

Sebelum menjelajahi cara mengembangkan sistem budi daya lokal yang terhubung ke cloud, penting untuk memahami potensi manfaat budi daya dalam ruangan. Tiga manfaat utamanya adalah seperti berikut.

1. Lebih Banyak Hasil

Permintaan global untuk buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, dan rempah-rempah yang tidak berasal dari lokasi tertentu dapat diatasi dengan lebih cepat dan efisien jika tanaman ini ditanam secara lokal di lokasi tersebut. Ini juga akan membantu mengurangi jarak pangan — meskipun hal ini mungkin tidak mengurangi intensitas karbon operasi. Hal ini pasti akan membantu meningkatkan ketahanan pangan dan ketersediaan produk yang seharusnya diangkut dari tempat lain yang jauh. Manfaat lainnya termasuk musim tanam yang diperpanjang, yang memungkinkan tanaman pangan tertentu tersedia selama 12 bulan dalam setahun, dan kemampuan untuk mempertahankan produksi pangan global yang efisien, meskipun kondisi iklim bumi tidak menentu.

2. Pengurangan Penghancuran Habitat

Peningkatan CEA atau budi daya tanaman non-biji-bijian dalam ruangan juga dapat mengurangi perusakan habitat. Meskipun hal ini mungkin kontroversial, ada alasan kuat mengapa pertanian sering diabaikan sebagai ancaman bagi habitat dan lingkungan; sebagian besar fokus diarahkan pada pengembangan lahan dan deforestasi oleh industri penebangan kayu. Menurut WWF (World Wide Fund for Nature), “Bumi kehilangan 18,7 juta hektar hutan per tahun” berdasarkan tiga kontributor utama ini, dan “sekitar 50 persen dari lahan yang dapat dihuni di dunia telah diubah menjadi lahan pertanian”. Penggunaan utama lahan mencakup penggembalaan dan pengandangan ternak, operasi pertanian besar-besaran, serta menanam sayuran dan biji-bijian untuk konsumsi manusia. Lebih dari sepertiganya didedikasikan untuk produksi tanaman pakan ternak seperti jagung, jelai, gandum, sorgum, dan kedelai. Makin jelas bahwa teknik pertanian yang memakan banyak lahan tidak berkelanjutan untuk masa depan.

3. Pola Makan Lebih Sehat

Selain mengurangi lahan yang dibutuhkan untuk teknik pertanian tradisional, CEA dan budi daya dalam ruangan dapat membantu mengembangkan pola makan yang lebih sehat. Telah terbukti secara medis bahwa meskipun manusia adalah omnivora, manusia hidup lebih baik dengan pola makan yang condong ke campuran tanaman, buah-buahan, dan kacang-kacangan serta mengurangi konsumsi daging. Penerapan lebih luas dari pola makan ini mencakup pengurangan produksi pakan ternak yang signifikan, yang dengan demikian memungkinkan perubahan mendasar menuju gaya hidup yang berkelanjutan bagi populasi global. Hal ini juga dapat mengurangi jumlah ternak yang dipelihara, yang dapat mengurangi kebutuhan transportasi makanan dan mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca). Menurut FAO (Food and Agriculture Organization), peternakan global menghasilkan emisi GRK yang mewakili 14,5% dari semua emisi GRK antropogenik, atau yang disebabkan oleh manusia.