Find Us On Social Media :

Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Mengatasi Dampak Pemanasan Global

By Wisnu Nugroho, Selasa, 29 Maret 2022 | 08:33 WIB

Bagaimana teknologi bisa menjawab pemanasan global?

Teknologi digital telah membantu kita menjawab berbagai permasalahan sehari-hari. Dengan teknologi digital, kita bisa belajar, bekerja, dan bermain dengan cara baru. 

Kini, teknologi digital pun ditantang untuk menjawab permasalahan genting yang dihadapi planet bumi, yaitu pemanasan global. Apalagi, digitalisasi pada dasarnya juga menimbulkan efek negatif bagi bumi. Setiap kita menjalankan sebuah aplikasi digital, timbul emisi dari setiap rantai perangkat pendukung, mulai dari dari smartphone yang kita gunakan, perangkat jaringan internet yang mengalirkan data, sampai data center tempat data diolah. 

Bagaimana teknologi digital dapat membantu kita dalam menurunkan dampak pemanasan global? 

Topik inilah yang dibahas Microsoft Indonesia melalui acara Microsoft Dev//Verse 2022 hari kedua. Mengambil tema Masyarakat Digital yang Berlandaskan Sustainability, Microsoft Dev//Verse 2022 mencoba menunjukkan inisiatif berbasis digital yang bermunculan untuk mengurangi jejak emisi di sekitar kita. 

Jejak.in, Membantu Menghitung Jejak Emisi

Salah satu contohnya adalah yang dilakukan jejak.in, startup climate tech yang menyediakan layanan perhitungan jejak karbon dari aktivitas keseharian kita. Perhitungan dilakukan dari berapa kilometer kita menggunakan motor atau mobil, berapa lama kita menggunakan pendingin ruangan, dan aktivitas lainnya.

Dari perhitungan itu, kita akan mendapatkan kisaran berapa banyak emisi karbon yang kita produksi. Setelah itu, kita bisa “menetralkan” jejak emisi tersebut dengan melakukan aktivitas yang mengurangi emisi, seperti penanaman pohon. 

Kita pun tidak perlu menanam sendiri pohon tersebut. Di Jejak.in, kita terhubung langsung dengan marketplace berisi ekosistem program hijau yang bisa kita pilih. 

Menurut Haris Iskandar (Climate Change and Sustainability Director Jejak.in), Jejak.in menggunakan metode berstandar internasional dalam melakukan MRV (Measurement, Reporting, Verification) program hijaunya. “Dengan begitu, setiap program dapat dimonitor, diukur, dilaporkan, dan diverifikasi dengan baik,” ungkap Haris.

Haris Iskandar ((Climate Change and Sustainability Director Jejak.in)

Untuk menjalankan MRV, berbagai teknologi pun digunakan. Contohnya adalah sensor iOT, drone, LiDAR, sampai data satelit. Data yang terkumpul ini kemudian dikelola dan diolah menggunakan teknologi Artificial Intelligence di platform Microsoft Azure. Harapannya, akan muncul temuan atau insight menarik yang bisa digunakan oleh pemangku kepentingan dalam meningkatkan manfaat dari program pengurangan emisi karbon tersebut.

Rekosistem, Menggunakan Teknologi untuk Mengurangi Sampah

Contoh lain adalah Rekosistem, startup yang fokus pada pengelolaan sampah. “Indonesia adalah salah satu negara dengan produksi sampah paling tinggi, sekitar 68 juta ton per hari,” ungkap Ernest Christian Layman (CEO Rekosistem). Sayangnya pengelolaan sampah di negeri ini kurang baik, tercermin dari hanya 7% sampah yang berhasil didaur ulang. Hal ini yang mendorong Rekosistem untuk membuat sistem manajemen pengelolaan sampah yang modern berbasis teknologi digital.

Sentuhan teknologi digunakan untuk membuat aplikasi yang menghubungkan setiap pemangku kepentingan di rantai pengelolaan sampah. “Mulai dari sumbernya seperti di kawasan perumahan atau gedung, sampai pekerja di sektor persampahan seperti pengangkuat, pemilah, dan pendaur ulang,” ungkap Ernest.

Teknologi lain yang digunakan Rekosistem adalah machine learning yang digunakan untuk menganalisa data. “Jadi kami bisa melakukan data tracking dari setiap kejadian sampah, seperti jenisnya apa, produknya apa, dan larinya ke mana,” tambah Ernest. 

Semua data tersebut memudahkan pemangku kepentingan dalam pembuatan rantai pembuatan produk yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Data tersebut juga dapat digunakan untuk mendorong pelaku industri untuk lebih bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan. 

Inisiatif Microsoft Cloud for Sustainability

Sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, Microsoft pun berkomitmen untuk berperan aktif dalam mengurangi emisi. Seperti diceritakan Fiki Setiono (Country Azure Business Group Lead, Microsoft Indonesia), komitmen tersebut difokuskan pada beberapa area kunci. 

Pada konteks internal perusahaan, Microsoft saat ini sedang menjalankan inisiatif menjadi Carbon Negative Company (atau perusahaan yang menghilangkan karbon lebih banyak dari yang dihasilkan) pada tahun 2030. “Microsoft juga berkomitmen, pada tahun 2050, akan menghilangkan seluruh emisi yang telah kami hasilkan sejak Microsoft berdiri,” tambah Fiki. 

Sedangkan bagi pelanggan, Microsoft akan membantu dalam setiap cakupan atau scope pengurangan emisi, baik dalam scope 1, 2, dan 3 yang diatur oleh GHG Protocol. 

Pada scope 1 dan 2 (emisi langsung dan tidak langsung dari aktivitas perusahaan), Microsoft menyediakan Emission Dashboard untuk memperlihatkan emisi karbon yang dihasilkan perusahaan saat menggunakan Microsoft Cloud Service. 

Sedangkan untuk scope 3 (yaitu emisi yang muncul dari value chain), Microsoft menyediakan Microsoft Cloud for Sustainability. Tools ini berfungsi mengumpulkan dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber emisi, mulai dari aktivitas operasional sampai software ERP yang digunakan. 

Semua data itu diharapkan dapat menjadi basis perusahaan dalam menyusun strategi mengurangi jejak karbon yang terjadi.

Dengan tools Microsoft Cloud for Sustainability, perusahaan bisa menghitung emisi yang dihasilkan dari scope 1 sampai scope 3 dari GHC Protocol

Bagi perusahaan yang saat ini sedang menyusun strategi keberlanjutan lingkungan, Microsoft pun memiliki saran. Langkah pertama adalah menggunakan infrastruktur berbasis cloud. Hal ini karena infrastruktur cloud mengurangi emisi sampai 98% jika dibanding infrastruktur on-premise. Infrastruktur cloud juga memudahkan perusahaan dalam menghitung jejak karbon yang dihasilkan dari operasional bisnisnya.

Langkah kedua adalah membangun inovasi berdasarkan data jejak karbon yang dihasilkan. Berdasarkan data yang ada, perusahaan dapat melakukan langkah penyeimbang (seperti menanam pohon) sambil terus berinovasi mengurangi emisi. Sedangkan langkah ketiga adalah mentransformasi produk dan model bisnis yang berorientasi pada keberlanjutan. “Dan langkah ini bisa dilakukan dengan berkolaborasi dengan konsumen dan mitra bisnis,” tambah Fiki.

Dari pemaparan di Microsoft Dev//Verse 2022 hari kedua, bisa terlihat bagaimana teknologi digital dapat membantu kita dalam melawan dampak pemanasan global. Namun teknologi tidak akan banyak berguna tanpa perubahan perilaku dari kita semua. 

Jadi, mari kita bersama mengurangi emisi demi masa depan bumi kita.