Find Us On Social Media :

Aplikasi Seluler Berbasis NoSQL Terbukti Cegah Akses Data Lemot

By Rizal, Senin, 11 April 2022 | 11:35 WIB

Stuart Fisher, Regional Vice President Couchbase untuk Asia Pasifik dan Jepang

Digitalisasi yang cepat di seluruh Asia Tenggara telah menghasilkan pertumbuhan eksponensial yang cepat dari pembelanjaan online dan pengembangan aplikasi seluler. Tidak hanya sektor niaga namun sektor transportasi dan ekspedisi juga telah terdisrupsi oleh digitalisasi.

Menurut laporan Google, Bain, dan Temasek, 8 dari 10 pengguna internet Asia Tenggara adalah konsumen digital saat ini.

Demikian pula, laporan tersebut menemukan bahwa 8 dari 10 pedagang memperkirakan lebih dari 50% dari penjualan mereka berbasis dan bersumber dari perdagangan dengan cara online.

Data dari State of Mobile 2022, Indonesia memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dalam perdagangan seluler sebesar 52% dibandingkan dengan 46% di Singapura.

Menurut Stuart Fisher, Regional Vice President Couchbase untuk Asia Pasifik dan Jepang Bahwa ponsel pintar saat ini mempunyai dampak bagi loyalitas pelanggan. Betapa tidak, pertumbuhan pengguna ponsel pintar yang meningkat menjadi pintu komunikasi pelaku usaha dengan konsumennya. Perusahaan mampu mengikat secara terus menerus pelanggannya dengan ponsel pintar melalui sebuah aplikasi. Menurutnya sudah saatnya pelaku usaha menangkap peluang ini, pelaku usaha sudah seharusnya berfokus pada layanan penjualannya melalui aplikasi berbasis online.

“Selain mempercepat proses pembelian dan menambah jumlah transaksi, perusahaan juga lebih mudah dalam mengikat konsumen dengan berbagai penawaran-penawaran untuk menarik konsumen, hal ini dikarenakan konsumen telah terikat melalui sebuah sistem data base berbasis online” terang Fisher.

Fisher juga menambahkan bahwa disruptif dan peran serta sebuah aplikasi dalam ponsel pintar dewasa ini juga telah merambah dunia perbankan. Dunia perbankan telah bertransformasi menjadi dunia finansial di dunia maya.

Layanan-layanan yang diberikannya pun tak luput dari sentuhan digital yang tidak mengenal tempat dan waktu. Namun, banyak dari konsumen yang kecewa karena layanan yang kurang dari penyedia aplikasi finansial ini. Lambat serta jeda dalam transaksi menjadi faktor dominan ketidakpuasan konsumen.

Sebuah laporan dari Forrester Research mengungkapkan bahwa semakin banyak konsumen yang kecewa karena aplikasi perbankan tidak memiliki fungsi yang maksimal seperti yang ditawarkan (mis. fitur penganggaran dan penghematan).

McKinsey mengungkapkan bahwa 78% orang pelanggan Indonesia saat ini telah menggunakan perbankan digital secara aktif (setidaknya sebulan sekali melalui saluran online atau seluler) angka pengguna telah meningkat dari 57% pada tahun 2017.

Hal ini terus meningkat sejak pandemic Covid-19 terjadi, masyarakat dipaksa menghindari kontak langsung dengan uang dan memaksimalkan e-wallet sebagai alat pembayaran. Kecepatan dan kemampuan sebuah aplikasi perbankan dituntun lebih untuk menjadi aplikasi yang mampu memberikan solusi bagi masyarakat dalam bertransaksi.

Menangkap peluang ini, pelaku usaha sudah seharusnya berfokus pada layanan berbasis online. Salah satunya adalah meningkatkan strategi penyimpanan data cloud mereka dengan kemampuan mobile dan EDGE. Hal ini dibuktikan oleh laporan PwC, yang menemukan bahwa hampir tiga dari lima konsumen tidak akan kembali ke aplikasi pada ponsel pintar setelah beberapa pengalaman belanja yang buruk, dan 17% akan menghindari aplikasi setelah mengalami satu pengalaman buruk.