Find Us On Social Media :

SAP: Krisis Talenta Ancam Kelangsungan Digitalisasi UKM di Indonesia

By Liana Threestayanti, Jumat, 15 April 2022 | 09:30 WIB

Ilustrasi pengunduran diri, fenomena The Great Resignation

Studi terbaru SAP SE (SAP) mengungkapkan, 91 persen usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia mengalami krisis tenaga kerja, sebagai buntut dari fenomena The Great Resignantion. Apa dampaknya dan bagaimana cara UKM menyiasatinya? 

Hal ini disebut SAP akan memengaruhi proses digitalisasi bisnis UKM karena 81 persen UKM menganggap transformasi digital berperan kritikal bagi keberlangsungan organisasi mereka ke depannya.

Informasi ini terungkap dalam sebuah penelitian berjudul “Transformational Talent: The impact of the Great Resignation on Digital Transformation in APJ’s SMEs 1” yang digelar SAP bersama Dynata Research. Penelitian ini mensurvei 1.363 pemilik UKM dan pengambil keputusan di delapan negara di Asia Pasifik & Jepang (APJ), termasuk 210 responden dari Indonesia.

Seiring pulihnya perekonomian dunia dari pandemi, banyak pelaku bisnis di dunia menghadapi tantangan baru, yaitu the Great Resignation atau Big Quit. Pertama kali muncul di tahun 2021, frasa ini mengacu pada tren pengunduran diri karyawan secara massal. 

Krisis Tenaga Kerja Pengaruhi Transformasi Digital UKM

Riset SAP ini menemukan bahwa fenomena ini berdampak besar terhadap UKM di Indonesia. Sebanyak 25 persen responden setuju bahwa lebih banyak karyawan yang mengundurkan diri saat ini dibandingkan dengan 12 bulan yang lalu. Sementara hampir 63 persen UKM mengatakan bahwa mereka kesulitan mengatasi dampak dari pengunduran diri yang massal ini.

Riset ini juga memperlihatkan bahwa krisis ketenagakerjaan yang terjadi sangat mempengaruhi kemampuan UKM untuk melanjutkan proses transformasi digitalnya. 

Menurut SAP, selain membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan kegiatan sehari-hari mereka, UKM-UKM di Indonesia juga membutuhkan tenaga kerja lain yang lihai mengoperasikan teknologi digital. Hal ini menjadi tantangan utama untuk proses transformasi digital UKM Indonesia, selain cybersecurity dan keterbatasan anggaran organisasi.

“Studi ini membuktikan bahwa ketidakstabilan dan krisis tenaga kerja bukan hanya ancaman eksistensial bagi UKM saja, tetapi berlaku juga untuk organisasi lainnya, ” kata Andreas Diantoro, Managing Director SAP Indonesia.

Andreas menambahkan, transformasi digital merupakan cara paling dasar bagi UKM untuk dapat membangun ketahanan organisasi dan melakukan strategi inovatif yang dapat mendongkrak pertumbuhan bisnisnya.

“Tanpa adanya tenaga kerja yang tepat untuk mendukung perkembangan mereka, maka proses transformasi pun turut terhalang. Investasi terhadap tenaga kerja juga harus sejalan dengan investasi inovasi, sehingga dapat membantu UKM di Indonesia dapat bertahan dan terus berkembang,” imbuhnya

Investasi, Cara UKM Antisipasi Pengunduran Diri Massal

Dari survei SAP diketahui, UKM di Indonesia beranggapan bahwa berinvestasi pada tenaga kerja dapat mengurangi dampak pengunduran diri massal dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam melakukan transformasi digital.

Responden mengatakan bahwa mereka sedang fokus terhadap peluang untuk mengembangkan skill (55%) demi meningkatkan talent retention selama 12 bulan ke depan. 

Sementara untuk mempertahankan tenaga kerja, responden menerapkan strategi insentif finansial (51%). 

Investasi lain yang dilakukan UKM Indonesia adalah penerapan pola kerja yang fleksibel (50%) dan menawarkan peluang peningkatan karir (50%).

Lebih dari 86 persen UKM mengatakan bahwa pengembangan skill diperlukan untuk mendukung transformasi digital. Walhasil, 82 persen UKM Indonesia akan fokus pada pelatihan digital sepanjang tahun ini.

Menurut Andreas Diantoro, pengunduran diri yang masif sering disalah artikan sebagai karyawan yang meninggalkan pekerjaannya demi mengejar tujuan lainnya. “Padahal, sebenarnya bukan seperti itu,” ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa tenaga kerja membutuhkan remunerasi yang tepat, fleksibilitas, dan perjalanan karir yang dikomunikasikan dengan jelas. 

“Kami melihat bahwa memprioritaskan pengembangan skill, peluang pengembangan karir, memperluas akses terhadap teknologi dan pemilihan mitra yang tepat adalah solusi terdepan untuk mensejahterakan tenaga kerja UKM di Indonesia,” Andreas menegaskan.

Fokus Pada Pertumbuhan

Setelah menghadapi tantangan yang signifikan selama dua tahun terakhir, UKM di Indonesia ternyata tak lagi fokus pada bertahan saja.

Sekitar 62 persen UKM APJ mengatakan bahwa perusahaan mereka sepenuhnya dapat bertahan selama terdampak oleh pandemi. Hanya 6 persen yang percaya bahwa mereka tidak dapat bertahan sama sekali.

Kepercayaan diri inilah yang telah menimbulkan optimisme tentang prospek pertumbuhan bisnis UKM nantinya. Data menunjukkan bahwa sebanyak 71 persen UKM di Indonesia merasa cukup, sangat, atau sangat percaya diri akan pertumbuhan perusahaan mereka selama 12 bulan ke depan.

Menurut Andreas, pola pikir seperti itu dapat menjadi hal yang positif bagi pertumbuhan UKM di Asia Pasifik dan Jepang. UKM membentuk 97 persen bisnis di Asia dan mempekerjakan 50 persen tenaga kerja. 

Sementara di Indonesia, kontribusi UKM terhadap PDB mencapai 61,1% dan mampu menyerap sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha di Indonesia. 

“Saya sangat percaya bahwa ketika UKM berkembang, ekonomi akan tumbuh, dan berpotensi untuk membuat Asia menjadi makmur,” kata Andreas.

Optimisme, inovasi berkelanjutan, komitmen untuk mengembangkan tenaga kerja yang berkualitas, serta pembentukan ekosistem kerja sama yang kuat, disebut Andreas akan menjadi akar-akar pemetaan kesuksesan bagi UKM Indonesia dalam 10 tahun yang akan datang.