Find Us On Social Media :

Gilkor, Agar Pengunjung Kian Betah di Mal

By Wisnu Nugroho, Minggu, 13 Mei 2018 | 16:00 WIB

Jika berkunjung ke Mal Grand Galaxy di daerah Bekasi, Anda akan dapati restoran sushi populer bernama Shigeru. Konsep restoran ini terbilang unik, karena pengunjung tinggal mengambil sushi siap saji berbagai jenis yang berjejer di meja penyajian. Ditambah harganya yang bersahabat, restoran ini pun selalu ramai sejak pertama kali dibuka.

Namun kesuksesan Shigeru sebenarnya tak lepas dari strategi pengelola mal. Saat menimbang restoran apa yang cocok untuk digandeng, pengelola mal melakukan survei terlebih dahulu terhadap puluhan top spender di mal tersebut. Dari survei terungkap, mayoritas responden menginginkan restoran sushi.

Cerita di atas diungkapkan Sinartus Sosrodjojo (CEO Gilkor) dan sosok yang membantu melakukan riset untuk Grand Galaxy. Melalui cerita tersebut, Sinartus ingin mencontohkan bagaimana data sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan performa mal. “Saat ini persaingan antar mal sudah sangat ketat, sehingga penting bagi mal untuk meningkatkan engagement” ungkap Sinartus.

Membangun Engagement

Membangun engagement inilah yang menjadi fokus bisnis dari Gilkor. Melalui solusi ELYS (Engagement and Loyalty Solution), Gilkor menyediakan serangkaian modul yang bertujuan meningkatkan engagement pengunjung mal. Basis solusinya sendiri adalah loyalty program yang menjawab kebutuhan pengunjung maupun pengelola mal.

Bagi pengunjung, mereka akan mendapatkan poin ketika menunjukkan struk pembelian dari salah satu toko di mal tersebut. Sementara bagi pengelola mal, data transaksi yang ditukarkan pengunjung tersebut menjadi elemen penting untuk memotret personifikasi pengunjung. Pengelola mal bisa mengetahui frekuensi kunjungan, toko yang sering dikunjungi, dan siapa saja pengunjung setianya.

Loyalty program ini juga bisa digunakan untuk mengetahui kondisi bisnis tiap tenant di mal tersebut. Selama ini, pengelola mal mengerahkan personil yang biasa disebut tenant requisition untuk menanyakan data transaksi ke tiap toko. “Namun data ini verbal dan sulit dicek akurasinya” ungkap Sinartus.

Melalui kuitansi yang ditukarkan poin, pengelola mal memiliki data tambahan terkait transaksi. Memang, cara ini pun tidak bisa memotret semua transaksi yang terjadi. “Biasanya pengunjung yang tukar poin 10-15%, atau maksimal 30% jika programnya sangat menarik” ungkap Sinartus. Namun data ini tetap berguna ketika dikombinasikan dengan data lain yang dimiliki mal, seperti people tracking atau parking lot sensor.

Data inilah yang oleh Sinartus sebagai small data, alias data yang sebenarnya sudah dimiliki oleh mal. Saat ini banyak mal yang membicarakan big data, namun realitanya belum banyak mal yang memiliki kapabilitas menangani big data. “Menurut saya, lebih baik pengelola mal fokus menganalisa data yang ada, sehingga bisa memberikan layanan lebih baik ke pengunjung” tambah Sinartus.

Menentukan tenant yang diinginkan pengunjung setia seperti di atas adalah salah satu contohnya. Atau jika alasan utama top spender ke mal adalah mengantarkan anak mereka beraktivitas, pengelola bisa memberikan fasilitas tempat duduk yang dilengkapi colokan listrik dan Wifi agar orang tua bisa bersantai di sana. Fasilitas lain bisa berupa parkir gratis, voucher kedai kopi, sampai fasilitas pijat seperti dilakukan sebuah mal di Jakarta Utara.

“Jadi menumbuhkan loyalty itu tidak selalu harus jor-joran dengan cash program” tambah Sinartus.

“Menumbuhkan loyalty itu tidak selalu harus jor-joran dengan cash program” Sinartus Sosrodjojo (CEO Gilkor)