Find Us On Social Media :

Semakin Diminati, Red Hat Ungkap Sejumlah Keuntungan dari Penerapan Teknologi Container

By Fathia Yasmine, Senin, 20 Juni 2022 | 14:27 WIB

Ilustrasi teknologi container

Mulai 2022, penerapan teknologi container diramalkan akan terus menanjak. Dikutip dari hasil riset yang dilakukan Forrester pada 2021, adopsi container akan mencapai 50 persen pada 2022.

Sejalan dengan hasil riset tersebut, pada 2021, perusahaan konsultasi manajemen, Gartner, menyatakan bahwa sebanyak 75 persen perusahaan global akan mulai melakukan transisi ke platform virtualisasi tersebut dalam beberapa proses bisnisnya.

Ada alasan mengapa teknologi container akan terus populer di kalangan enterprise. Senior Solution Architect Red Hat Indonesia Fajar Fathurrachman mengatakan, teknologi container mampu “membungkus” aplikasi bersama infrastruktur secara keseluruhan. Risiko aplikasi dan infrastruktur tidak kompatibel pun bisa ditekan.

“Jadi ketika (aplikasi) on board di developer bisa jalan, di multicloud bisa jalan, pun di infrastruktur lain pun bisa berjalan dengan lancar. Inilah yang menjadi keunggulan container," ujar Fajar dalam acara Tech Gathering InfoKomputer: Mengakselerasi Inovasi dengan Container Technology, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga: Duh! Laptop Chromebook Tak Bisa Pakai Aplikasi Zoom, Ini Penggantinya

Di Indonesia, salah satu contoh perusahaan yang sudah menerapkan teknologi container adalah PT Bank Raya Indonesia. Hal tersebut dipaparkan Executive VP Technology System Information PT Bank Raya Indonesia Gibbon MP Tamba.

Gibbon menyebut, teknologi container dipilih karena mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja tim IT. Teknologi container dapat menjawab kebutuhan tim manage service yang terbiasa beroperasi dengan cepat.

"Dulu kami menggunakan virtual-base machine (VM) secara keseluruhan, dari services harus apply dalam satu VM. Dengan container, kita bisa apply sesuai kebutuhan,” katanya.

Keuntungan lain yang dirasakan PT Bank Raya Indonesia setelah mengadopsi teknologi container adalah perusahaan dapat menekan risiko konflik antar aplikasi.

“Tim IT yang dulu sering kelimpungan dengan konflik antar aplikasi, sekarang terbebas dari masalah ini. Dahulu, kami juga harus membuat aplikasi secara keseluruhan, berkat container, kami sekarang bisa membuat aplikasi dari bawah dulu,” ungkapnya.

Baca Juga: Ini Kata Wamendag RI Soal Tantangan dan Peluang UMKM di Dunia Digital

Tak lepas dari tantangan

Kendati membawa sejumlah manfaat, Gibbon mengaku penerapan teknologi container juga tak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya, tantangan dalam pengembangan dan pemisahan aplikasi.

“Perubahan development pasti dirasakan. Terutama ketika memisahkan aplikasi yang sudah menjadi kesatuan. Tapi pain point lain yang tak kalah penting adalah langkah selanjutnya, yakni konsistensi dan security,” terangnya.

Seperti diketahui, teknologi container merupakan layanan open source yang tersedia melalui platform Kubernetes. Kendati demikian, perusahaan tetap memerlukan infrastruktur lain untuk memastikan aplikasi bisa berjalan di cloud maupun on-premises.

“Perusahaan bukan cuma butuh pengembangan aplikasi, tapi juga dukungan lain seperti security, monitoring, sampai life cycle. Ketiga proses ini memerlukan pengembangan lagi,” tuturnya.

Baca Juga: Apa saja Keuntungan yang Didapatkan dari Layanan Telegram Premium?

Menanggapi tantangan tersebut, Fajar mengungkapkan bahwa perusahaan bisa menggunakan solusi Openshift Container Platform dari Red Hat. Sebagai informasi, Openshift Container Platform merupakan software container yang dapat memudahkan konsumen enterprise dan mitra kerja dalam memperoleh teknologi open source.

“Produk ini merupakan suatu platform yang stabil dan aman untuk pemasangan berbasis kontainerisasi. Openshift Container Platform juga memiliki layanan operasi otomatis untuk mengelola penerapan hybrid dan multicloud,” ungkap Fajar.

Kelebihan lain yang dimiliki Openshift Container Platform adalah terdapatnya standardisasi berbasis container yang dapat mempermudah kerja developer. Dengan adanya standarisasi tersebut, proses pengembangan aplikasi dapat berjalan efektif dan efisien.

“Standardisasi ini juga membuat tim IT tidak perlu lagi belajar hal baru. Platform ini juga mendukung semua bahasa pemrograman yang biasa digunakan oleh developer,” lanjutnya.

Baca Juga: TSMC Luncurkan Chip 3nm Pertama Tahun Depan, Dipakai iPhone Terbaru?

Selain menawarkan fleksibilitas pemrograman, Fajar menyebut, Red Hat memberi pendampingan bagi perusahaan pengguna Openshift Container Platform. Pendampingan diberikan melalui layanan container adoption program yang terdiri dari konsultasi, training, serta dukungan dan bantuan terkait transformasi digital.

“Layanan ini akan membantu perusahaan dalam melakukan transisi. Khususnya bagi mereka yang masih bekerja dengan sistem konvensional,” pungkas Fajar.

Bagi Anda yang tertarik menggunakan teknologi container, Red Hat Openshift terdiri dari 5 produk berbeda. Pertama, Red Hat Openshift Container Platform untuk pengembangan dan pengelolaan aplikasi di multi cloud dan hybrid cloud. Lalu, yang kedua, produk OKD untuk pengembangan aplikasi secara multi-tenant deployment.

Berikutnya, Red Hat OpenShift Dedicated, yang dikhususkan untuk mempercepat pengembangan aplikasi cloud native dan aplikasi tradisional bagi tim developer. Keempat, OpenShift Online sebagai Platform as a Service (PaaS) untuk pengembang dan organisasi TI yang ingin membangun aplikasi cloud baru dengan aman.

Terakhir, produk OpenShift.io sebagai layanan Software as a Service (SaaS) yang menawarkan pengembangan toolchain sehingga developer tidak perlu lagi menginstal dan membentuk konfigurasi software.

Untuk info lebih lanjut seputar lima produk tersebut, kunjungi website Red Hat di sini.