Find Us On Social Media :

Adopsi AI Makin Tinggi, IDC: Ini Tantangan Infrastruktur yang Dihadapi

By Liana Threestayanti, Rabu, 20 Juli 2022 | 18:30 WIB

Ilustrasi artificial intelligence

Artificial Intelligence adalah salah satu teknologi terkini yang berkembang terus adopsinya karena akselerasi digitalisasi di berbagai bidang. Namun ada sejumlah tantangan yang harus ditaklukkan perusahaan.

Artificial Intelligence (AI) adalah sebuah teknologi yang memungkinkan sistem komputer, perangkat lunak, program dan robot untuk berpikir secara cerdas layaknya seorang manusia. 

Menurut studi IDC “AI InfrastructureView”, 31% dari responden mengatakan bahwa di organisasi/perusahaan mereka, Artificial Intelligence adalah sudah dalam tahap production. Sementara sisanya masih berkutat di tahap eksperimen, evaluasi/tes, atau prototyping.

Dari 31% tersebut, hanya satu pertiga yang mengeklaim dirinya telah mencapai tahap “mature” dalam adopsi AI, yaitu saat keseluruhan perusahaan telah meraih manfaat dari strategi AI. 

Tiga manfaat utama yang mereka rasakan dari Artificial Intelligence adalah meningkatnya kepuasan pelanggan, memiliki kemampuan mengautomasi pengambilan keputusan, dan mengautomasi tugas-tugas yang bersifat repetitif.

Studi lain yang dilakukan McKinsey pada tahun 2021 menemukan, 27% perusahaan mengeklaim bahwa setidaknya 5% dari EBIT (earnings before interest and taxes) berhubungan dengan AI. 

Tantangan Infrastruktur

“Penelitian IDC secara konsisten menunjukkan bahwa tidak memadainya atau kurangnya kemampuan infrastruktur yang dibangun untuk tujuan tertentu seringkali menjadi penyebab kegagalan proyek AI,” ujar Peter Rutten, Research Vice President & Global Research Lead untuk Performance Intensive Computing Solutions. 

Berangkat dari hal itu, menurut Peter Rutten, IDC mencari tahu lebih dalam cara organisasi mengevaluasi dan berinvestasi dalam solusi infrastruktur sebagai bagian dari strategi AI. 

Inilah temuan-temuan penting yang dilaporkan IDC.

Biaya Tinggi dan Public Cloud

Infrastruktur AI masih menjadi salah satu keputusan terpenting yang diambil perusahaan tapi juga paling tidak matang. Biaya tinggi masih menjadi kendala terbesar dalam investasi AI sehingga banyak organisasi memanfaatkan public cloud untuk proyek AI-nya. 

Biaya awal tinggi sehingga menyebabkan banya perusahaan memutuskan untuk berhemat. Tapi langkah ini justru memperburuk masalah. SDM, proses, dan teknologi masih menjadi tiga area utama yang menjadi tantangan dan fokus investasi organisasi.

Penanganan Data

Menangani data juga menjadi kendala terbesar bagi perusahaan dalam berinvestasi untuk infrastruktur AI. Perusahaan tidak punya banyak waktu untuk membangun, melatih, dan men-deploy model-model AI. Para responden mengatakan, kebanyakan waktu dalam pengembangan AI dihabiskan untuk mempersiapkan data. 

Banyak organisasi juga tidak memiliki cukup keahlian atau kemampuan untuk menyiapkan data. Hal ini membuka peluang baru bagi penyedia pre-trained AI model. Meski begitu, menurut pengamatan IDC, model AI pre-trained ini memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan dan kemampuan model dalam beradaptasi; keterbatasan infrastruktur untuk menjalankan model; dan keahlian internet yang tidak memadai. 

Infrastruktur Khusus AI

Selain itu, IDC juga melihat bahwa ukuran model AI akan terus berkembang sehingga perusahaan menghadapi tantangan untuk menjalankannya di infrastruktur yang bersifat umum (general purpose).

Menurut hasil studi IDC, perusahaan berinvestasi untuk implementasi infrastruktur AI di lingkungan on-premises, public cloud, dan edge. Perusahaan meningkatkan investasinya untuk layanan infrastruktur public cloud, tapi bagi banyak perusahaan on-premises adalah dan masih menjadi lokasi favorit. IDC menemukan persentase yang sama penggunaan cloud, on-premises, dan edge untuk kebutuhan AI training dan AI inferencing.

Namun, banyak bisnis kini beralih ke AI data pipeline yang membentang antara pusat data mereka, cloud, dan/atau edge. Edge menawarkan kontinuitas operasional saat tidak ada konektivitas jaringan atau terbatas. Keamanan/compliance juga berperan di sini.

Komputasi dengan GPU terakselerasi, host processor yang memiliki software AI-boosting, dan klaster dengan kepadatan tinggi (high density) adalah syarat utama infrastruktur on-premises/edge dan infrastruktur komputasi berbasis cloud untuk kebutuhan AI training dan AI inferencing. 

Sementara khususnya untuk AI inferencing dibutuhkan infrastruktur komputasi on-premises/berbasis edge dengan tiga syarat: komputasi dengan FPGA (field-programmable gate arrays) terakselerasi, host processor dengan software AI boosting atau GPU on-premises, dan sistem dengan sistem scaling up seperti HPC. Sedangkan untuk infrastruktur di cloud, prioritas utamanya adalah akselerasi GPU dan host processor dengan AI-boost, serta klaster high density.  Dan untuk storage, IDC mengungkapkan bahwa lebih banyak workload AI yang menggunakan blok dan/atau file daripada object. 

Eric Burgener, Research Vice President, Storage and Converged System Infrastructure, IDC, hasil studi ini jelas menggambarkan bahwa sebagian besar perusahaan telah dan akan memulai perjalanan AI.

“Yang semakin jelas adalah bahwa mendapatkan time to insight dan hasil bisnis yang konsisten, andal, dan ringkas memerlukan investasi terhadap infrastruktur yang dibuat khusus (untuk AI) dan berukuran tepat,” jelas Eric.

Ashish Nadkarni, Group Vice President, Worldwide Infrastructure, IDC menjelaskan, Performance Intensive Computing (PIC) merupakan area penelitian yang strategis bagi IDC dalam kaitannya dengan infrastruktur AI. 

PIC merupakan proses melakukan perhitungan intensif matematis berskala besar dan digunakan untuk memroses data dalam jumlah besar atau mengeksekusi serangkaian instruksi kompleks dengan cara tercepat. 

"Solusi PIC ini umum digunakan dalam Artificial Intelligence, modeling, dan simulasi – juga dikenal dalam use case high performance computing (HPC), dan Big Data and analytics (BDA)," imbuh Ashish.

AI InfrastructureView 2021 merupakan studi benchmarking terhadap tren adopsi infrastruktur dan infrastructure as a service untuk use case AI dan machine learning. Survei tahunan ini diikuti oleh 2000 pengambil keputusan TI, business executive, dan professional TI dari seluruh dunia. Sebagian besar responden memiliki pengaruh dalam pembelian infrastruktur, layanan, sistem, platform, dan teknologi AI.