Dua tahun yang lalu, perusahaan terpaksa harus beroperasi dari jarak jauh karena adanya pembatasan sosial selama pandemi. Namun, keadaan tersebut justru membuat banyak orang sadar bahwa bekerja jarak jauh tidak hanya menjaga, bahkan justru meningkatkan produktivitas mereka bekerja. Banyak pekerja merasa bahwa mereka dapat bekerja dengan lebih gesit, fleksibel, dan mudah beradaptasi, sehingga semakin membuka peluang mereka untuk berkembang dan memiliki work-life balance yang lebih baik di era kerja new normal.
Tampaknya saat ini permintaan akan cara bekerja hibrida atau hybrid working tidak akan menurun dan kata ‘hybrid’ telah mendominasi diskusi mengenai cara bekerja terbaik untuk menghadapi era new normal. Jobstreet Indonesia, sebuah situs bursa kerja, mengatakan bahwa lebih dari 50% pekerja saat ini berharap sistem kerja hybrid akan tetap bertahan bahkan setelah masa pandemi berakhir.
Meski bisnis di Asia sudah mulai menerapkan cara bekerja yang lebih fleksibel, hybrid working membutuhkan pendekatan khusus. Dengan sebagian pekerja lebih memilih untuk bekerja dari rumah dan sebagiannya lagi memilih untuk kembali ke kantor, banyak perusahaan mencari pendekatan terbaik untuk membangun strategi hybrid yang tepat dan sesuai dengan budaya perusahaan mereka.
Berinvestasi dalam teknologi untuk kolaborasi tim hybrid yang efektif
Tanpa adanya teknologi, keberlanjutan bisnis selama masa pandemi akan sangat sulit dilakukan bagi sebagian perusahaan. Setelah menjaga karyawan dapat tetap beroperasi dengan pengaturan ad-hoc, tim TI kini telah mengubah fokus mereka dan meninjau kebutuhan teknologi yang dapat mengakomodasi baik karyawan jarak jauh dan karyawan di kantor. Dengan variasi karyawan yang mengikuti rapat dari kantor maupun lokasi lainnya, rapat hybrid dan virtual kini menjadi suatu hal yang umum.
Pada waktu yang sama, ekspektasi karyawan telah berubah sepenuhnya sejak masa pra-pandemi. Teknologi yang sebelumnya bukan merupakan keperluan sekarang menjadi suatu hal yang krusial tidak hanya di ruang konferensi, tetapi juga di ruang mana pun — kantor pribadi, meja kerja bersama, ataupun jarak jauh. Sekarang, perangkat kolaborasi seperti webcam dan headset atau tunjangan bagi karyawan untuk memastikan mereka siap bekerja jarak jauh menjadi standar di kebanyakan organisasi.
Perusahaan dan tim TI kini perlu mengambil pendekatan holistik dalam memperlengkapi tenaga kerja hybrid. Mereka perlu memastikan bahwa setiap karyawan memiliki akses yang sama ke perangkat keras, perangkat lunak, dan solusi berkualitas tinggi. Hal yang sama juga berlaku dalam ekosistem di mana karyawan secara rutin menggunakan berbagai platform berbasis web untuk rapat video.
Merancang ulang tata letak ruang kerja hybrid
Untuk mengakomodasi dinamika tenaga kerja yang terus berkembang, pemimpin bisnis telah mendesain ulang, menutup, mempersempit, memperluas, membangun kembali, memindahkan, dan memperlengkap ruang perkantoran. Tampaknya pengaturan tempat duduk tetap akan ditinggalkan karena lebih banyak perusahaan yang memilih ruang kerja fleksibel atau on-demand untuk memungkinkan kolaborasi bagi tim yang sekarang lebih tersebar. Nampaknya, pengaturan tempat duduk tetap di ruang kantor akan menjadi sebuah hal di masa lalu seiring dengan kian banyaknya bisnis yang menyediakan ruang kerja fleksibel atau sesuai dengan permintaan guna memungkinkan kolaborasi tim yang saat ini lebih tersebar.
Ruang kolaborasi dan rapat kini hadir dalam berbagai bentuk – mulai dari meja kerja bersama hingga ruang berkumpul serta ruang konferensi tradisional. Di organisasi yang menerapkan cara kerja hybrid, karyawan datang ke kantor dengan jadwal tidak tetap. Bagaimana ruang ditata dan perangkat kolaborasi digunakan akan berdampak besar pada keterlibatan dan produktivitas karyawan. Setiap ruang rapat perlu dilengkapi dengan tujuan khusus dan mendukung rapat di kantor atau hybrid sesuai permintaan.
"Alat kolaborasi seperti sistem konferensi video harus dapat memenuhi permintaan baru ini sehingga karyawan dapat bertransisi dari kantor ke rumah tanpa kesulitan, Pendekatan yang mengutamakan video dan mengapa hal itu penting," ujar Bayu Eko Susetio, Video Collaboration Lead Logitech Indonesia.
Menurut Survei Digital Worker Experience oleh Gartner, pekerja saat ini menggunakan alat kolaborasi 44% lebih banyak dibandingkan tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini, komunikasi digital dan konferensi video menjadi alat utama dalam bekerja karena 80% pekerja merasakan adanya peningkatan efisiensi. Oleh karena itu, mereka memerlukan alat kolaborasi untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik.