Menurut laporan terbaru Kaspersky terkait “Digital Footprint Intelligence (DFI)” untuk wilayah Asia Pasifik, kebocoran data di wilayah tersebut menyumbang 95% dari total jumlah iklan.
Pasar kebocoran data di negara Singapura dan Australia sejauh ini adalah yang terbesar ketika melihat jumlah pesanan tertimbang PDB (produk domestik bruto).
Laporan tersebut menyoroti hasil yang dikumpulkan tahun lalu untuk organisasi dan bahkan negara untuk mengawasi kemungkinan ancaman eksternal dan terus mengawasi informasi tentang potensi aktivitas kejahatan dunia maya, termasuk yang sedang dibahas yaitu di Darknet.
Pemantauan sumber data eksternal dalam layanan Digital Footprint Intelligence Kaspersky, termasuk sumber daya Darknet, memberikan wawasan tentang aktivitas kejahatan dunia maya melalui berbagai tahap siklus hidup serangan.
Dalam laporan bagian kedua ini, perusahaan menyajikan hasil analisis Darknet.
Ada dua jenis data utama yang ditemukan saat menganalisis jejak digital organisasi: aktivitas penipuan dan jejak serangan siber.
Sementara Kaspersky menemukan banyak tanda penipuan, fokus dalam laporan tetap pada deteksi serangan.
Aktivitas Darknet terkait dengan dampak serangan (iklan tentang penjualan kebocoran data dan data yang disusupi) mendominasi statistik karena tersebar dari waktu ke waktu, di mana para pelaku kejahatan siber mulai melakukan penjualan, menjual kembali, dan mengemas kembali banyak kebocoran data dari masa lalu.
Tahap 1: Minat membeli akses
Pelaku kejahatan siber yang mencari penawaran akses awal mengetahui bahwa ada pasar besar untuk iklan semacam itu.
Organisasi dari Australia, India, Cina daratan dan Pakistan adalah kepentingan musuh (adversaries interest) utama untuk memulai serangan. Negara-negara ini berada di dalam 84% iklan dari kategori persiapan serangan.
Pakistan dan Australia menarik minat yang besar seperti yang terlihat dari jumlah pesanan yang ditimbang dengan PDB mereka.
Contoh pesanan pembelian akses