Indonesia merupakan pasar terbesar keempat di dunia dengan jumlah penetrasi internet mencapai angka 65 persen dengan pengguna seluler yang terus bertumbuh.
Landskap ini kemudian mengarah konsumen dalam cara membeli barang yang semuanya bisa melalui telepon genggam (smartphone).
Pertumbuhan populasi muda dengan perubahan perilaku konsumen seperti ini mendorong Indonesia menjadi pasar yang sangat menarik dan tentunya berdampak pada industri logistik.
Menurut CEO dan Co-Founder perusahaan teknologi logistik Shipsy, Soham Chokshi, Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara dan sejauh ini keberadaan Shipsy di negara ini telah mendapat respon yang cukup positif oleh pasar.
“Kami memulainya beberapa bulan yang lalu, menyiapkan tim lokal yang kompeten untuk membantu dukungan dalam negeri. Dan kami pun telah melakukan interaksi dan komunikasi dengan hampir seluruh perusahaan-perusahaan terdepan di bidang e-commerce, logistik dan sebagainya. Saya pikir secara keseluruhan, kami melihat ada peluang besar di sini di mana teknologi akan sangat membantu industri ritel, manufaktur maupun logistik,” tuturnya saat acara tatap muka dengan para jurnalis di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Menurut Soham, masalah bisnis yang paling menantang di Indonesia terkait rantai pasokan adalah tidak efisiennya biaya pengantaran pada mil terakhir (last mile delivery) yang mengantar barang kepada end customers.
“Ekspektasi pelanggan saat ini sudah berubah, jika sebelumnya pengantaran diharapkan sampai hari berikutnya (dari pemesanan), maka sekarang ingin sampai dalam hitungan empat jam, dan bahkan dituntut untuk bisa sampai dalam 10 menit. Karena begitu banyaknya tekanan pada biaya operasional akibat tingginya tuntutan, di situlah peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan machine learning bisa bersatu untuk membantu perusahaan memberikan pengalaman yang fantastis kepada pelanggan.”
Selain untuk pelanggan, teknologi logistik berbasis AI juga mampu menjadi pendorong utama dalam mengurangi emisi gas karbon.
“Dalam kaitannya dengan emisi karbon, yang perlu dilakukan adalah dua hal, yaitu mengurangi total mil perjalanan, atau mengurangi total kilometer perjalanan per paket. Kami menggunakannya sebagai metrik utama bahwa setiap paket berapa jarak yang ditempuhnya dari awal sampai akhir, karena kaitannya dengan konsumsi bahan bakar.”
Hal kedua, tutur Soham, adalah penggunaan moda transportasi hijau atau kendaraan listrik.
“Bagaimana saya bisa memprioritaskan penggunaan sepeda? Katakanlah dalam satu kilometer, jika saya memiliki armada sepeda listrik dan sepeda biasa, bagaimana cara memprioritaskan penggunaannya? Dalam arti, bagaimana kecerdasan buatan AI benar-benar merekomendasikan bahwa, karena jaraknya pendek, maka bisa menggunakan sepeda biasa. AI juga bisa mengelompokkan pesanan yang berjalan ke arah yang sama sehingga jaraknya bisa berkurang lagi. Ini adalah cara teknologi berbasis AI mengurangi emisi karbon.”
Bagaimana strategi bisnis Shipsy di Indonesia? Soham menegaskan bahwa tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah membangun fondasi yang kuat terlebih dulu untuk jangka panjang dan tidak untuk mendapatkan hasil yang cepat.