Find Us On Social Media :

Smart City Kabupaten Maros: Menjaga Benteng Alam di Rammang-Rammang

By Wisnu Nugroho, Jumat, 25 November 2022 | 07:32 WIB

Rammang-Rammang menawarkan pemandangan deretan bukit gamping (karst) yang menakjubkan

Kabupaten Maros adalah salah satu kabupaten yang mengikuti Gerakan Menuju Smart City 2022. Melalui gerakan ini, Pemerintah Kabupaten Maros dibimbing untuk menyusun rencana induk pembangunan kota cerdas (smart city) yang dapat menjawab tantangan maupun mengoptimalkan potensi daerah. Informasi lebih lengkap tentang Gerakan Menuju Smart City 2022 bisa dibaca di sini.

Perasaan takjub menyelimuti hati saat memasuki kawasan Desa Wisata Rammang-Rammang. Deretan tebing gamping (karst) memenuhi pandangan mata dengan begitu gagah. Maklum saja, tebing gamping di Rammang-rammang ini merupakan tower karst terpanjang kedua di dunia.

Rammang-rammang sendiri adalah bukit gamping yang ada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Selain keindahannya, Rammang-Rammang juga menyimpan cerita tentang kegigihan warganya menjaga keberlanjutannya. Tak heran jika Pemerintah Kabupaten Maros menjadikan Rammang-Rammang sebagai ikon smart branding yang berkelanjutan.

Warisan Leluhur yang mengubah kehidupan masyarakatnya

Untuk menuju Rammang-Rammang, perjalanan dimulai dari dermaga menggunakan jolloro’ (perahu). Beberapa saat setelah duduk di jolloro’, pemandangan sungai dengan batuan raksasa pun langsung terlihat di depan mata.

Menyusuri sungai Pute, Irwanzah, Sekretaris Pokdarwis yang melestarikan Rammang-Rammang menjelaskan bagaimana Rammang-Rammang mengubah kehidupan masyarakat setempat.

“Dalam satu bulan, sekitar tiga ribu pengunjung kira-kira yang datang. Setiap uang yang masuk itu difokuskan untuk kesejahteraan masyarakat.  Jadi yang masuk ke desa itu dalam setahun Rp.1.3 miliar. Yang masuk ke desa hanya Rp.34 juta, sisanya langsung ke masyarakat,” jelas Irwanzah.

Hal ini dimungkinkan lantaran setiap jolloro’ merupakan milik pribadi. Sehingga, masyarakat yang memiliki jolloro’ bisa langsung mendapatkan hasilnya setelah mengantar pengunjung berwisata. Tak hanya satu, terdapat tiga dermaga yang bisa dijajaki menggunakan jolloro’ sebelum mengakhiri perjalanan di kawasan utama wisata Rammang-Rammang, Kampung Berua.

Selain perubahan ekonomi, masyarakat di sini pun mendapatkan binaan mengenai pentingnya menjaga kebersihan sungai dan menjaga alam. “Masyarakat di sini sudah sadar terkait sampah di sungai. Hanya saja yang masih menjadi kendala adalah sampah kiriman yang datang ketika laut pasang,” ungkapnya lebih lanjut.

Dukungan kampung sekitar untuk kawasan wisata Rammang-Rammang

Memasuki kampung Berua, Irwan kembali menjelaskan kalau di sini ada tiga kampung yang dijadikan tempat wisata. Mereka adalah Kampung Laku, Kampung Masaloeng (yang merupakan kampung budaya), dan Kampung Berua (yang menjadi kampung alam gunung karst). Untuk menikmati pemandangan yang luar biasa ini, pengunjung cukup membayar sebesar Rp.200-300 ribu per perahu, pulang pergi. Sesampainya di Kampung Berua, pengunjung cukup membayar sebesar lima ribu rupiah.

Tetapi jika ingin bermalam di sini, pengunjung lokal maupun internasional bisa memilih lokasi menginap. Jika ingin menikmati masakan tradisional, coba saja untuk tinggal di homestay tradisional yaitu rumah penduduk. Namun, jika ingin bermalam di tempat sekelas hotel pengunjung bisa memilih untuk tinggal di Rammang Eco Lodge atau Nasrul House Homestay. Kelebihan dari kedua homestay ini adalah dapat melayani turis asing dengan berbahasa Inggris.