Shellbank, aplikasi penelusuran pertama di dunia dan basis data global DNA penyu, diluncurkan pada Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar Terancam Punah (CITES) ke-19 pada 23 November 2022 lalu.
Pada konvensi ini, negara-negara anggota sepakat untuk mengadopsi resolusi yang mendukung kelestarian penyu.
Resolusi baru CITES ini, mendesak pemerintah untuk berkomitmen dan memastikan menanggulangi perdagangan penyu ilegal untuk terus dilakukan dalam agenda jangka panjang.
Termasuk juga memberikan seruan serta imbauan untuk memperkuat penegakan hukum melalui pelacakan DNA dan penggunaan forensik yang lebih baik — sebuah kebutuhan yang dapat dijawab ShellBank.
“ShellBank adalah sebuah inovasi dalam upaya global untuk mendeteksi, memutuskan, dan melindungi penyu dari perdagangan ilegal. Aplikasi ini memberikan informasi serta akses pada basis data DNA global untuk melacak penyu dan bagian-bagiannya, mulai dari penjualan hingga ke sumbernya,” kata Christine Madden Hof, Pimpinan Konservasi Penyu Global, WWF Internasional.
“Aplikasi ini juga cukup kuat untuk diberikan kepada para penegak hukum untuk membantu dalam menerapkan langkah-langkah penegakan serta perlindungan yang telah dilakukan pemerintah pada CITES, juga sebagai bahan dasar hingga rencana aksi lainnya,” lanjut Christine.
Detail mengenai bagaimana Shellbank dapat digunakan untuk melacak perdagangan penyu ilegal secara global terdapat dalam laporan yang baru dirilis pada peluncuran CoP19 beberapa waktu lalu.
Enam dari tujuh spesies penyu di dunia terancam punah. Meskipun ada pelarangan global oleh CITES sejak 1977, pengambilan yang tidak berkelanjutan dan perdagangan penyu, telur penyu, daging dan bagian-bagian penyu secara illegal masih tetap ada, ditambah pasar gelap kembali bermunculan.
Selama 30 tahun terakhir, setidaknya 1,1 juta penyu (tidak termasuk produk karapas dan telur) telah dieksploitasi secara ilegal di 65 negara, 22%-nya kemungkinan telah diperdagangkan secara internasional.
Asia Pasifik merupakan pusat pemanfaatan dan perdagangan penyu. Antara tahun 2015 dan 2019, lebih dari 1.800 penyu hidup dan 1.200 penyu mati, 1.900 keping karapas dan perhiasan, ditambah ribuan kilogram daging dan puluhan ribu telur dicegat dan disita oleh pihak berwenang di Indonesia, Malaysia dan Vietnam.
Hingga saat ini, salah satu tantangan terbesar dalam mengatasi perdagangan dan pemanfaatan penyu secara ilegal adalah ketidakmampuan untuk mengidentifikasi populasi yang menjadi sasaran dan yang paling berisiko.
ShellBank dapat membantu memutus perdagangan gelap ini dengan menghubungkan titik-titik antara pemburu gelap, pedagang, dan penegak hukum menggunakan DNA penyu.
“Dengan ShellBank, kita sekarang dapat menelusuri, melacak, dan melindungi penyu. DNA dari produk yang disita akan dicocokkan — seperti telur atau pernak-pernik karapas penyu — dengan referensi basis data yang sekarang kita bangun, kita juga dapat mengidentifikasi titik perburuan dan mengidentifikasi populasi penyu yang paling berisiko,” jelas Michael Jensen, koordinator genetika spesies, WWF Internasional.