Saat ini, kita hanya mengambil langkah pertama sebelum terjun sepenuhnya dalam realitas virtual, penggunaan metaverse untuk hiburan sambil menguji aplikasi industri dan bisnis dari teknologi baru tersebut telah dilakukan. Meskipun sejauh ini, hanya ada beberapa platform metaverse, mereka sedikitnya telah mengungkap risiko yang akan dihadapi pengguna di masa mendatang.
Karena pengalaman metaverse bersifat universal dan tidak mematuhi undang-undang perlindungan data regional, seperti GDPR, hal ini dapat menimbulkan konflik yang rumit antara persyaratan peraturan mengenai pemberitahuan pelanggaran data.
Pelanggaran dan kekerasan seksual virtual akan mencapai ruang metaverse. Kita telah melihat sejumlah kasus pelecehan dan pelanggaran avatar, terlepas dari upaya dalam membangun mekanisme perlindungan dalam metaverse. Karena tidak ada regulasi khusus atau aturan moderasi, tren menggemparkan ini kemungkinan besar akan mengikuti kita hingga tahun 2023.
Sumber baru data pribadi sensitif untuk penjahat dunia maya
Data dari aplikasi kesehatan mental akan digunakan dalam serangan rekayasa sosial yang ditargetkan secara akurat. Menjaga kesehatan mental Anda bukan lagi sekadar coba-coba atau tren belaka, tetapi aktivitas yang mutlak diperlukan. Dan jika, pada titik tertentu, kita terbiasa dengan fakta bahwa Internet mengetahui hampir segalanya, kita belum menyadari bahwa potret virtual kita sekarang dapat diperkaya dengan data sensitif tentang kondisi mental kita.
Seiring meningkatnya penggunaan aplikasi kesehatan mental, risiko data sensitif ini bocor secara tidak sengaja atau diperoleh pihak ketiga melalui akun yang diretas juga akan meningkat.
Berbekal perincian tentang kondisi mental korban, penyerang kemungkinan besar akan meluncurkan serangan rekayasa sosial yang sangat bertarget. Sekarang, bayangkan targetnya adalah seorang karyawan kunci sebuah perusahaan. Kami cenderung melihat cerita tentang serangan bertarget yang melibatkan data tentang kesehatan mental para eksekutif perusahaan. Dan, jika Anda menambahkan data di sini, seperti ekspresi wajah dan gerakan mata, yang dikumpulkan oleh sensor di headset VR, kebocoran data tersebut dapat menjadi bencana.
Platform edukasi dan proses pembelajaran
Platform edukasi online akan menarik lebih banyak upaya serangan siber. Di era pasca pandemi, edukasi online terbukti tidak kalah efisiennya dengan kelas offline, kami melihat investasi pada platform edukasi online dan learning management system (LMS) meningkat secara signifikan.
Tren ini bukanlah hal baru, tetapi relevansi ancaman yang menyertai akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan digitalisasi: file trojan dan halaman phishing yang meniru platform edukasi online dan layanan konferensi video, serta pencurian kredensial LMS siap tumbuh pada tahun 2023.
Sejumlah besar teknologi inovatif tertanam dalam proses pembelajaran. Ini dapat berupa penggunaan virtual dan augmented reality, antarmuka suara, otomatisasi proses (termasuk robotisasi komunikasi), analisis mesin atas tindakan pengguna (user actions), dan pengujian serta penilaian dengan bantuan AI.
Gamifikasi edukasi.
Pada tahun 2023, kita akan melihat penggunaan teknologi gamifikasi yang lebih besar dalam pembelajaran online untuk mencapai tujuan fungsional: akuisisi dan keterlibatan pengguna, mempertahankan perhatian, pembelajaran yang dipersonalisasi, inklusivitas, dan mengurangi resistensi terhadap pembelajaran.
Hal ini akan membuat siswa menghadapi risiko tambahan, seperti yang telah menjangkiti industri game, di antaranya troll, phishing, dan perundung, pada platform yang dibangun untuk komunikasi, kompetisi, dan kerja tim.