Find Us On Social Media :

AWS re:Invent 2022: Posisi AWS Makin Sentral di Asia Tenggara

By Cakrawala, Sabtu, 17 Desember 2022 | 15:00 WIB

Conor McNamara (Managing Director, ASEAN, Amazon Web Services; kiri) dan Eric Conrad (Regional Managing Director, Worldwide Public Sector, ASEAN, Amazon Web Services) ketika memaparkan perkembangan AWS (Amazon Web Services) di Asia Tenggara beberapa tahun belakangan pada AWS re:Invent 2022, 28 November 2022 lalu di Las Vegas, Amerika Serikat. AWS menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 membuat posisinya makin sentral di Asia Tenggara.

AWS tentunya pula terus mengembangkan tawarannya agar makin bisa memenuhi berbagai kebutuhan maupun keinginan organisasi yang menjadi konsumen maupun calon konsumennya; terus menjadi pilihan aneka organisasi. Hal itu mencakup investasi AWS di Asia Tenggara yang bukan sekadar infrastruktur seperti AWS Region dan AWS Local Zone, melainkan juga tim lokal. Pasalnya pihak lokal sewajarnya lebih mengerti nuasa lokal termasuk bagaimana organisasi beroperasi di sana dan bagaimana menyesuaikan tawaran AWS agar lebih sesuai di sana. Sehubungan AWS Region dan AWS Local Zone, AWS berencana menghadirkan AWS Local Zone di Thailand, Filipina, Vietnam pada tahun 2023 serta telah mengumumkan rencana untuk membangun AWS Region di Thailand. Di Indonesia sendiri, Region AWS Asia Pasifik (Jakarta) — AWS Region — telah hadir sejak tahun lalu. AWS sebelumnya menyebutkan Region AWS Asia Pasifik (Jakarta) merupakan investasi US$5 miliar selama 15 tahun.

Sektor Publik dan Talenta Digital

Bukan hanya aneka perusahaan swasta, organisasi lain di Asia Tenggara seperti yang sektor publik juga memanfaatkan AWS dalam menghadapi pandemi COVID-19. Seperti sektor lainnya pula, sektor publik mengalami akselerasi transformasi digital berkat pandemi COVID-19. AWS mengeklaim menyaksikan berbagai organisasi sektor publik di Asia Tenggara berhasil melakukan akselerasi tranfsormasi digital itu memanfaatkan cloud darinya. Secara spesifik, AWS menyebutkan para organisasi sektor publik di Asia Tenggara sebagian besar melakukannya memanfaatkan ekosistem mitra AWS. Para mitra AWS diklaim bisa memberikan solusi dari aneka permasalahan yang dihadapi organisasi sektor publik; bisa memberikan waktu lebih cepat untuk mendapatkan manfaat, efisiensi biaya lebih baik, dan risiko lebih rendah. Apalagi keuangan banyak negara di Asia Tenggara terbebani penanganan pandemi COVID-19.

Ke depannya AWS pun meyakini organisasi sektor publik di Asia Tenggara akan terus melakukan transformasi digital. Pasalnya, masyarakat Asia Tenggara sudah terbiasa dengan teknologi digital yang ditawarkan para organisasi sektor publik tersebut selama ini — yang hadir berkat pandemi COVID-19. AWS meyakini masyarakat Asia Tenggara kini mengharapkan aneka layanan sektor publik dihantarkan seperti halnya berbagai layanan yang ditawarkan para perusahaan swasta. AWS misalnya mengedepankan penandatangan nota kesepahaman antara AWS dan Ministry of Digital Economy and Society of Thailand belum lama ini. Dengan nota kesepahaman itu, AWS memberikan akses ke lebih dari dua ratus layanan cloud-nya ke seluruh agensi dan departemen pemerintah Thailand untuk dipertimbangkan penggunaannya.

“Dari perspektif sektor publik, saya pikir bukanlah suatu kejutan bahwa keluar dari beberapa tahun terakhir, kami memiliki pertumbuhan yang besar sekali dalam hal transformasi digital. Estimasi kami bahwa transformasi digital telah terakselerasi 3 sampai 5 tahun sepanjang periode 2 tahun itu [pandemi COVID-19]. Dan keluar dari sana, kami melihat suatu penekanan yang terus-menerus dari para konsumen sektor publik yang telah mengalami manfaat dari bekerja dengan AWS cloud; kelincahan, kecepatan, fleksibilitas, dan keamanan [siber] dalam mengejar misi mereka,” kata Eric Conrad (Regional Managing Director, Worldwide Public Sector, ASEAN, Amazon Web Services) pada AWS re:Invent 2022 sembari menambahkan para organisasi sektor publik tersebut beralih dari periode krisis ke periode kemakmuran.

Transformasi digital tentunya tidak terlepas dari talenta digital. Seperti global, Asia Tenggara juga kekurangan talenta digital yang sesuai. Menurut data World Bank misalnya, Indonesia perlu menghasilkan sekitar 600 ribu talenta digital yang sesuai setiap tahunnya, setidaknya sampai tahun 2030, untuk mengatasi gap yang ada. Begitu pula menurut studi AlphaBeta yang dipesan AWS. Meski tidak secara spesifik Asia Tenggara, studi yang dilakukan terhadap para responden di Australia, India, Indonesia, Jepang, Selandia Baru, Singapura, dan Korea Selatan memperkirakan bahwa ketujuh negara itu secara keseluruhan, tahun depan, perlu melatih sekitar 86 juta tenaga kerja lagi dalam keahlian- keahlian digital untuk mendukung perkembangan teknologi digital. Menariknya lagi, pada tahun 2025, diperkirakan tiga dari lima keahlian digital yang paling dikehendaki adalah sehubungan cloud.

AWS memastikan akan terus membantu negara-negara di Asia Tenggara mengembangkan talenta digital. AWS pun mengeklaim telah melatih sekitar 700 ribu orang di Asia Tenggara sehubungan keahlian digital sejak tahun 2017. AWS contohnya memiliki yang disebut dengan AWS Skill Builder. AWS Skill Builder membolehkan seseorang untuk belajar keahlian cloud berbasis AWS secara gratis. AWS mengeklaim terdapat lebih dari lima ratus kursus digital dan dua ratus di antaranya tersedia dalam Bahasa Indonesia. Baru-baru ini AWS meluncurkan pula versi berlangganan AWS Skill Builder yang menawarkan kursus digital yang lebih, misalnya fitur Skill Builder Labs yang membolehkan yang berlangganan mencoba keahlian digital yang dimaksud pada lingkungan AWS yang live. Terdapat pula AWS Skill Builder Team subscription yang ditujukan untuk organisasi (minimal lima puluh orang). Salah satu yang sudah menggunakannya adalah Zalora yang asal Singapura dan kini beroperasi di sejumlah negara di Asia Tenggara.

Atau AWS re/Start yang telah diluncurkan di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. AWS menyebutkan bahwa AWS re/Start merupakan program 12 minggu yang berfokus membantu yang menganggur atau yang setengah menganggur dan memiliki pengalaman teknologi digital yang minim untuk membangun keahlian cloud dan terhubung dengan calon pemberi kerja. Adapun khusus yang Indonesia misalnya ada Laptops for Builders. Laptops for Builders adalah program yang melatih pelajar sekolah menengah atas, termasuk kejuruan, mengenai dasar-dasar cloud dalam Bahasa Indonesia. Laptops for Builders melatih para instruktur yang berasal dari organisasi-organisasi lokal dan memberikan sejumlah laptop. Para instruktur tersebut kemudian bisa memberikan pelatihan mengenai dasar-dasar cloud ke sekolah-sekolah di Indonesia, termasuk menyediakan laptop-laptopnya.