Studi tahunan terbaru perusahaan Surfshark menunjukkan bahwa total ada 310,9 juta akun di dunia maya yang dibobol penjahat siber selama tahun 2022, dengan 1 dari 3 akun yang dibobol berasal dari Rusia.
China berada di posisi kedua dengan pertumbuhan tahunan sebesar 45%, sementara Amerika Serikat muncul di posisi ketiga dengan penurunan hampir 9 kali lipat dari tahun 2021.
Indonesia memiliki 14,7 juta akun yang dibobol, melonjak dari posisi ke-23 menjadi posisi ke-5 secara dramatis hanya dalam satu tahun.
Studi bertajuk “The Data Breach World Map” itu menemukan bahwa Asia adalah benua kedua paling terdampak setelah Eropa, dengan data yang dibobol kebanyakan berasal dari China, Indonesia, dan India.
Statistik peretasan data dari tools (alat) Surfshark mencatat lebih dari 310 juta pengguna internet yang terkena peretasan pada tahun 2022, menurun dibandingkan dengan 959 juta yang tercatat pada tahun 2021.
Laporan tahunan menempatkan Rusia di peringkat pertama di dunia dengan jumlah akun terbanyak yang bocor (104,8 juta), diikuti oleh China (34 juta), Amerika Serikat (23,5 juta), Prancis (20,1 juta), Indonesia (14,7 juta), Brasil (8,7 juta), India (4,7 juta), Jerman (3,6 juta), Australia (3,4 juta) dan Turki (3,2 juta).
Lima negara yang paling banyak terkena peretasan menyumbang hampir dua pertiga dari jumlah akun yang bocor pada tahun 2022.
"Setiap detik pada tahun 2022, 10 pengguna internet kehilangan data mereka,” ujar Agneska Sablovskaja, Peneliti Utama di Surfshark, dalam keterangan resmi yang diterima InfoKomputer.
"Meskipun angka-angka ini tetap mengkhawatirkan, kami senang bisa melaporkan penurunan (peretasan data) global yang sangat besar sebesar 68% dibandingkan tahun lalu. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, India, dan Brasil, berhasil memperbaiki situasinya secara signifikan, sementara Indonesia, China, dan Rusia mengalami kenaikan peretasan data dari tahun ke tahun." Lanjut Agneska.
Dalam Menyusun studi ini, Surfshark bekerja sama dengan peneliti keamanan siber independen, yang mengumpulkan banyak data pengguna dari lebih dari 27.000 basis data yang terkena peretasan yang muncul secara online.
Peneliti kemudian dapat menyortir kombinasi tersebut berdasarkan poin data tertentu, seperti negara, dan melakukan analisis statistik dari temuan mereka.
Lokasi pengguna diidentifikasi dengan alamat email atau nama domain situs web, negara, kota, koordinat, alamat IP, lokal, mata uang atau nomor telepon.
Pada saat studi ini dilakukan, data yang dianalisis adalah dari 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2022 dan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2021.