ChatGPT kini tengah populer karena dianggap banyak orang sebagai sebuah teknologi yang revolusioner.
Dibuat dan dikembangkan oleh perusahaan OpenAI, ChatGPT adalah chatbot AI (Artificial Intelligence) yang dapat melakukan interaksi percakapan atau mengerjakan perintah dalam bentuk teks secara luwes dan memahami konteks dengan cukup baik.
Tak sedikit orang yang akhirnya memanfaatkan ChatGPT untuk mendukung aktivitasnya, seperti siswa/i yang menggunakannya untuk mengerjakan tugas sekolah.
Hal itu pun menimbulkan kekhawatiran bagi para guru karena ChatGPT cenderung digunakan untuk menyontek dan melakukan plagiat.
Selain itu, mengerjakan tugas sekolah dengan dibantu ChatGPT dinilai para guru dapat membuat tidak terbangunnya kemampuan siswa/i dalam berpikir kritis dan memecahkan masalah.
Melihat contoh masalah tersebut, OpenAI baru-baru ini merilis tools AI Classifier yang mampu mendeteksi apakah sebuah teks dibuat oleh manusia sungguhan atau dibuat oleh teknologi AI (termasuk ChatGPT).
OpenAI mengatakan bahwa tools ini masih belum bisa mendeteksi teks yang dihasilkan AI dengan tingkat akurasi 100%.
AI Classifier baru bisa mengidentifikasi dengan benar sebesar 26 persen teks tulisan AI. Sementara itu, mengidentifikasi sebesar 9 persen teks manusia sebagai tulisan AI.
“Meskipun masih tidak mungkin untuk mendeteksi semua teks yang ditulis AI dengan andal, kami yakin AI Classifier dapat menginformasikan mitigasi jika ada klaim palsu bahwa sebuah teks ternyata dihasilkan AI dan bukan ditulis oleh manusia,” tulis OpenAI di blognya, Selasa (31/1/2023).
Selain itu, AI Classifier kini baru hanya bisa mendeteksi teks yang ditulis menggunakan bahasa Inggris.
OpenAI juga mengatakan bahwa tools-nya tersebut dapat bekerja lebih baik jika semakin panjang teks yang diinput.
“Keandalan AI Classifier kami biasanya meningkat seiring bertambahnya panjang teks yang dimasukkan,” tulis OpenAI.
Oleh karena itu, ketika menggunakan AI Classifier minimal teks yang harus diinput adalah 1.000 karakter.