Find Us On Social Media :

Tren WFA Pascapandemi Ternyata Tingkatkan Tantangan Keamanan Siber

By Yussy Maulia, Jumat, 24 Maret 2023 | 14:10 WIB

Tren work from anywhere meningkat pascapandemi.

Pandemi Covid-19 menghadirkan disrupsi bagi semua bidang, tak terkecuali bisnis. Perusahaan tidak dapat menerapkan pola serta cara kerja konvensional, yakni karyawan datang ke kantor untuk bekerja dan berkoordinasi untuk menyelesaikan sebuah proyek.

Pasalnya, Covid-19 dapat menular melalui interaksi langsung antarmanusia. Oleh sebab itu, kegiatan masyarakat yang dilakukan bersama-sama di satu tempat dan melibatkan banyak orang dibatasi. Bekerja di kantor menjadi salah satunya.

Bekerja dari rumah atau work from home (WFH) menjadi skema yang dipilih oleh sejumlah perusahaan. Kini, setelah pengendalian Covid-19 semakin baik, tren WFH masih diterapkan sejumlah perusahaan.

Kemudian, muncul pula tren bekerja secara hibrida di kalangan karyawan, yakni beberapa hari di kantor dan sisanya work from anywhere (WFA). Karyawan tak hanya bisa bekerja dari rumah, tetapi juga dari kafe, restoran, bahkan co-working space.

Baca Juga: WFA Jadi Tren di 2022, Perusahaan Wajib Perkuat Sistem Keamanan Siber

Mengutip dari businessnewsdaily.com, semakin canggihnya teknologi informasi (TI) saat ini menjadi faktor penting yang membuat pola WFA dapat terlaksana dengan baik.

Sumber tersebut juga mengutip survei McKinsey yang menyebut bahwa lokasi, waktu, dan lingkungan kerja yang fleksibel malah meningkatkan produktivitas dan kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya. Dapat bekerja dengan pola WFA juga menjadi salah satu pertimbangan angkatan kerja masa kini untuk menerima sebuah tawaran kerja.

Tren work from anywhere (WFA) ternyata mempertinggi tantangan keamanan siber karena perlindungan keamanan data menjadi tersebar.

Meski demikian, seperti dua sisi mata uang, ada tantangan yang perlu menjadi perhatian perusahaan di tengah booming-nya tren WFA, yakni keamanan siber. Hal itu disampaikan dalam sesi talk show pada Lenovo Solution Day 2023 yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Dengan melakoni pola kerja WFA, karyawan menggunakan jaringan internet publik. Oleh sebab itu, kebocoran data rawan terjadi. Terlebih, menurut ASEAN Cyber Threat 2021, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam daftar negara dengan serangan malware terbanyak di Asia Tenggara.

Laporan tersebut menunjukkan, ada 1,3 juta kasus serangan malware di Indonesia. Serangan malware tak hanya menyasar perusahaan swasta besar, tapi juga lembaga pemerintahan.

Chair of the Coordinator of The Cyber and Information Security Forum (Formasi), GildasDeograt, yang menjadi pembicara dalam talk show tersebut, mengatakan bahwa perlindungan keamanan data tidak bisa lagi tersentralisasi pada satu lokasi, tetapi menyebar ke berbagai titik.