“Jika penyerang didakwa melakukan kejahatan kekerasan dengan unsur kekejaman, maka mereka sangat berbahaya bagi masyarakat dan berisiko melarikan diri,” ujar ChatGPT.
“Dalam kasus seperti itu, hakim cenderung tidak memberikan jaminan atau menetapkan jumlah jaminan yang sangat tinggi untuk memastikan bahwa terdakwa hadir di pengadilan serta tidak menimbulkan risiko bagi keselamatan publik,” sambungnya seperti dilansir New York Post.
GPT-4 mampu menyimpulkan disertasi hukum dengan menyatakan bahwa praduga tak bersalah adalah prinsip dasar sistem peradilan. ChatGPT itu menambahkan bahwa meskipun terdakwa bersalah melakukan penyerangan yang kejam, mereka mungkin masih "diberikan jaminan" jika hakim menilai bahwa mereka tidak berbahaya bagi masyarakat atau berisiko melarikan diri.
Akhirnya, berbekal masukan ChatGPT, Hakim Chitkara akhirnya menolak tawaran jaminan terdakwa dengan alasan mereka melakukan tindakan kejam sebelum korban meninggal.