Trellix, perusahaan keamanan siber yang menghadirkan solusi masa depan extended detection and response (XDR) pada hari ini membagikan temuan pentingnya terhadap bagaimana penjahat siber memanfaatkan popularitas teknologi AI untuk melancarkan serangan sibernya terhadap masyarakat, serta pentingnya membangun kepercayaan dengan ekosistem keamanan siber yang hidup ditengah kemajuan teknologi AI.
Sebuah studi global baru-baru ini oleh McKinsey & Company menemukan bahwa membangun kepercayaan pada produk dan pengalaman yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), teknologi digital, dan data tidak hanya memenuhi ekspektasi pelanggan, tetapi juga mendorong pertumbuhan bisnis setidaknya 10% dari keuntungan dan kerugian setiap tahunnya.
Terbukti, kepercayaan digital penting dalam banyak hal dan yang terpenting, hal ini memungkinkan organisasi serta individu untuk berpartisipasi dalam dunia yang terhubung saat ini dengan keyakinan bahwa jejak digital mereka aman.
Selain itu, studi yang sama juga mengungkapkan bahwa 58% responden Asia Pasifik (APAC) akan mempertimbangkan untuk membeli di tempat lain jika perusahaan atau brand tempat mereka berlangganan kurang jelas dalam memberikan informasi bagaimana data mereka akan digunakan.
Jonathan Tan, Managing Director, Asia, Trellix, mengatakan, “kepercayaan telah menjadi fokus utama di dunia maya dan kemampuan untuk mempercayai perusahaan dengan informasi pribadi serta keuangan telah meningkat menjadi hal yang paling dipikirkan oleh banyak konsumen. Maka dari itu, perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa sistem dan platform yang digunakan setiap hari memiliki keamanan yang tepat untuk mencegah hacker dapat menembusnya sehingga data pengguna mereka dapat terjaga.”
Hubungan Tren AI Generatif dengan Peningkatan Serangan Siber Jenis Phising
Baik atau buruk, AI generatif dengan cepat menjadi perbincangan baru di industri keamanan siber. Untuk memperjelas, chatbot seperti ChatGPT tidak berbahaya. Namun, teknologi ini membuat hacker menciptakan kode serta komunikasi berbahaya yang terkesan “baik” secara lebih sederhana.
Hal ini menjadi fasilitas baru yang dimanfaatkan oleh para hacker, karena mereka tahu bahwa mereka tidak perlu membuat email phishing yang sangat realistis secara manual dan memanfaatkan chatbot bertenaga AI untuk mengubah input pengguna atau sedikit mengubah output yang dihasilkan.
Seiring dengan terus berkembangnya AI, dan taktik phishing yang semakin canggih, akan ada tren peningkatan celah dalam infrastruktur TI dan sistem data.
Sebagai contoh, temuan Trellix baru-baru ini mengungkapkan bahwa para penipu membuat situs ChatGPT palsu untuk memasang muatan tambahan dan melakukan serangan phishing atau mendistribusikan malware, dengan Singapura muncul sebagai hotspot.
Tentu saja, hal ini mempercepat rasa urgensi dan keinginan para pemimpin bisnis untuk memahami dan meningkatkan pertahanan dan ketahanan siber mereka.
Sayangnya, penjahat siber beroperasi 24/7, yang berarti bahwa para pemimpin bisnis harus selalu selangkah lebih maju dan meningkatkan kesiapan siber organisasi mereka untuk menghadapi taktik peretasan baru yang bersifat mengelabui, terfokus, dan otomatis.