Find Us On Social Media :

God Father AI Hengkang dari Google, Ini Tiga Hal yang Ia Khawatirkan

By Liana Threestayanti, Selasa, 2 Mei 2023 | 13:30 WIB

God Father of Artificial Intelligence, Geoffrey Hinton, memutuskan hengkang dari Google demi menyuarakan risiko pemafaatan teknologi AI.

Seorang ilmuwan yang kerap dijuluki The God Father of Artificial Intelligence, memutuskan hengkang dari Google demi kebebasan menyuarakan risiko pemafaatan teknologi artificial intelligence (AI).

Mulai hari Senin kemarin, Geoffrey Hinton secara resmi menjadi bagian dari orang-orang yang mengkritisi kampanye agresif banyak perusahaan untuk  menciptakan produk berdasarkan generative AI. Seperti diketahui, generative AI adalah teknologi di balik chatbot populer, seperti ChatGPT.

Sebelumnya Dr. Hinton bersikap hati-hati dalam menyuarakan kekhawatirannya tentang AI karena statusnya masih sebagai karyawan Google. Sejak bulan April, ia telah memberitahukan perusahaan soal pengunduran dirinya. Hari Kamis minggu lalu ia dikabarkan berkomunikasi via telpon dengan Sundar Pichai, CEO Alphabet, perusahaan induk Google. Namun Dr. Hinton menolak untuk membahas secara terbuka isi percakapannya dengan Sundar Pichai.

Tiga Kekahwatiran tentang AI  

Melihat perlombaan AI saat ini, Dr. Hinton berpendapat bahwa sistem-sistem AI semakin berbahaya. “Lihat bagaimana AI lima tahun lalu dan bagaimana sekarang,” ucapnya seperti dikutip dari NY Times. 

Menurutnya, sampai tahun lalu, Google masih bertindak sebagai "proper steward" untuk teknologi tersebut, berhati-hati untuk tidak merilis sesuatu yang dapat membahayakan. Namun dengan kompetisi yang kian tajam antara Microsoft dan Google di bidang AI, menurut Dr. Hinton, Google terjebak dalam persaingan yang tak mungkin dihentikan. 

Dampak langsung AI yang dikhawatirkan Geoffrey Hinton adalah internet akan dibanjiri oleh teks, gambar, dan video palsu. Akan sulit bagi orang awam untuk membedakan yang benar dan tidak.

Hal lain yang dikhawatirkan ilmuwan asal Inggris ini adalah potensi AI menggantikan tenaga kerja manusia. Saat ini chatbot seperti ChatGPT dikatakan hanya melengkapi pekerja manusia, tapi bukan tak mungkin jika AI akan mengambil peran lebih dari itu di masa depan.

Dr. Hinton juga melihat AI di masa depan berpotensi menjadi ancaman bagi umat manusia karena AI juga mempelajari perilaku tak terduga dari sejumlah besar data. 

Menurutnya, hal ini bisa menjadi masalah karena individu dan perusahaan mengizinkan A.I. sistem tidak hanya untuk menghasilkan kode komputer tetapi benar-benar menjalankan kode itu sendiri. Dan hal yang paling ditakuti Geoffrey Hinton adalah ketika senjata yang benar-benar otonom, atau ia menyebutnya sebagai robot pembunuh, menjadi kenyataan. 

Ciptakan Cikal Bakal ChatGPT

Siapakah Geoffrey Hinton? Karier pria berusia 75 tahun asal Inggris ini boleh dibilang didorong oleh keyakinan pribadinya tentang pengembangan dan pemanfaatan AI. Seperti dikutip dari New York Times, pada tahun 1972, saat menjadi mahasiwa pasca sarjana di Universitas Edinburgh, Dr. Hinton meyakini ide mengenai neural network, sistem matematika yang mempelajari keterampilan dengan menganalisis data. Saat itu, tidak banyak ilmuwan yang percaya ide tersebut.