Penulis: Ming Sunadi, Country Manager, Indonesia, Hitachi Vantara
Belakangan ini, mayoritas perusahaan atau organisasi mengandalkan data center (pusat data) untuk menjadi ‘tulang punggung’ operasional bisnisnya sehari-hari dalam hal penyimpanan data digital, mengingat tingginya tingkat interkoneksi di dunia digital.
Namun, tingginya pertumbuhan industri pusat data ini turut melahirkan isu terkait dampak terhadap lingkungan.
Untuk hal tertentu, operasional dan kinerja pusat data erat kaitannya dengan besarnya jumlah konsumsi energi listrik.
Di lain sisi, konsumsi energi ini menghasilkan jejak karbon yang cukup signifikan, yang kemudian berujung pada potensi penyebab perubahan iklim.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa ekspansi aktivitas digital memiliki peranan dalam rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini turut mendorong peningkatan angka jumlah pusat data di Tanah Air hingga 20%. Lebih lanjut, pertumbuhan pusat data di Indonesia dapat menjadi lebih cepat, karena Singapura - sebagai pasar pusat data terbesar di Asia Tenggara - telah membatasi pembangunan pusat data baru dikarenakan pertimbangan lingkungan.
Untuk mempersiapkan ekspansi ini, pemerintah tengah mempersiapkan pembangunan empat pusat data nasional yang masing-masing mampu menahan hingga 40 megawatt (MW) pada 2026 mendatang.
Namun, hal ini turut memunculkan kekhawatiran potensi dampak lingkungan yang mungkin dihasilkan.
Karena besarnya konsumsi energi listrik yang digunakan, hingga menjadi dua kali lipat setiap empat tahun, sektor ini bertanggungjawab menyumbang emisi gas ‘rumah kaca’ global hingga 4%.
Penting untuk mengingat bahwa jejak karbon dari pusat data ini mungkin dapat melampaui yang dihasilkan oleh industri penerbangan. Sebagai perspektif acuan, tingkat konsumsi energi listrik sebuah pusat data setara dengan 50,000 penggunaan energi listrik rumah tangga.
Isu-Isu Konsumsi Energi di Industri Pusat Data
Di lain sisi, tuntutan atas suplai energi di sejumlah pusat data terus meningkat. Pada tahun 2018, pusat data bertanggung jawab sekitar 1% dari 205 Terawatt hour/Terawat per jam (TWh) total konsumsi energi listrik dunia.