Teknologi digital digadang-gadang akan memegang peranan penting bagi industri manufaktur Indonesia.
Studi yang dilakukan McKinsey (2016) menunjukkan, digitalisasi di industri manufaktur akan meningkatkan output ekonomi Indonesia sebesar 34 miliar dollar Amerika Serikat pada 2025.
Ada alasan mengapa digitalisasi penting dilakukan dalam industri manufaktur. Ketika pandemi Covid-19 merebak pada 2020, manufaktur menjadi salah sektor industri yang paling terdampak.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, aktivitas manufaktur di Asia mengalami kontraksi pada Maret 2020 karena pandemi berdampak pada rantai pasok.
Terhambatnya rantai pasok tidak hanya berimbas pada kegiatan produksi, tetapi juga operasional perusahaan dan lini bisnis lain yang terkait.
Untuk memitigasi krisis serupa yang mungkin terjadi di masa depan, digitalisasi perlu dipraktikkan oleh pelaku industri manufaktur.
Pasalnya, industri manufaktur memiliki kegiatan operasional yang lebih kompleks. Proses produksi melibatkan interaksi manusia dan mesin, manusia dan manusia, serta mesin dan mesin.
Baca Juga: Tips Cegah Kecanduan Mobile Gaming dan Dampaknya Buruk Bagi Kesehatan
Lewat kehadiran teknologi, industri manufaktur bisa menciptakan kolaborasi dan pengelolaan data yang akurat serta cepat untuk pengambilan keputusan di masa krisis.
Akan tetapi, melakukan digitalisasi dalam sebuah perusahaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Tak jarang, tantangan dari faktor internal seperti biaya, skills, dan change management menghambat proses digitalisasi di industri manufaktur Indonesia.
Agar bisa bertransformasi dengan cepat, penting bagi industri manufaktur untuk memahami cara mengidentifikasi masalah, melakukan penilaian dan studi kelayakan, capability building dan kolaborasi dengan partner, serta membuat pilot project dan monitoring. Dengan begitu, teknologi digital dapat dirasakan manfaatnya secara menyeluruh.