Find Us On Social Media :

Berkat AI, Drone Tempur XQ-58A Valkyrie Mampu Terbang di Segala Medan

By Adam Rizal, Sabtu, 5 Agustus 2023 | 09:00 WIB

XQ-58A Valkyrie

Drone tempur XQ-58A Valkyrie berhasil menjalani penerbangan pertamanya yang sepenuhnya dikendalikan oleh teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan (AI).

Pencapaian itu menandai langkah maju pengembangan teknologi AI dalam bidang penerbangan otonom dan menunjukkan potensi besar AI dalam merevolusi operasi pertempuran udara modern di masa depan.

Teknologi AI juga memungkinkan drone itu meningkatkan kemampuan kognitifnya di kemudi, melakukan navigasi di langit, serta terlibat dalam misi udara dari udara ke permukaan.

Tim Operasi Udara Otonom (AACO) AFRL ikut mengembangkan algoritma AI selama dua tahun terakhir dan memungkinkan AI untuk belajar, beradaptasi, dan mengambil keputusan secara real-time berdasarkan data dalam jumlah besar.

XQ-58A Valkyrie adalah produk dari Kratos Defense & Security Solutions, Inc., sebuah drone taktis tanpa awak yang awalnya dirancang untuk beroperasi di lingkungan yang penuh tantangan, dan kini telah dilengkapi dengan teknologi AI.

Kesuksesan penerbangan XQ-58A Valkyrie yang dikendalikan oleh AI ini memiliki implikasi besar untuk masa depan penerbangan dan pertahanan.

Kemampuan AI yang memungkinkan otonomi di pesawat berpotensi merevolusi cara pelaksanaan misi udara, menjadikannya lebih efisien, efektif, dan aman.

Deteksi Ranjau

Ilustrasi Drone AI

Komite Palang Merah Internasional akan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan buatan Jepang untuk mendeteksi ranjau darat dan amunisi tidak terpakai di daerah-daerah yang terkena dampak perang, termasuk Ukraina.

Harapannya, para pengungsi dapat kembali ke rumah mereka dengan lebih cepat. Seorang pakar Jepang dan perusahaan elektronik besar NEC Corp telah berhasil mengembangkan sebuah sistem yang melibatkan drone dan peralatan cerdas AI.

Teknologi itu mampu meningkatkan kemampuan analisisnya sendiri dengan belajar dari kondisi sekitarnya.

"Sistem ini memiliki manfaat besar di negara-negara seperti Ethiopia dan Ukraina yang mengalami dampak berat," kata Presiden ICRC Mirjana Spoljaric.

Erik Tollefsen (Kepala Unit Kontaminasi Senjata dari Komite Tersebut) mengatakan drone itu mampu melakukan pekerjaan yang setara dengan enam bulan pekerjaan seekor anjing pelacak.

"Seorang penjinak ranjau biasa hanya dapat mengidentifikasi ranjau dalam area seluas sekitar 50 meter persegi dalam satu hari, sementara drone dapat melakukannya dalam empat penerbangan dan bahkan dapat mencakup area seluas 100.000 meter persegi," ujarnya.

Drone AI itu mampu mengambil foto dari beberapa meter di atas tanah dan bahkan dapat menemukan ranjau darat yang tersembunyi di bawah tanah dengan menggunakan kamera inframerah.

Profesor fisika terapan di Universitas Waseda, Hideyuki Sawada, yang terlibat dalam pengembangan sistem ini, menyatakan bahwa penggunaan teknologi AI akan membantu mendeteksi ranjau darat dengan lebih efektif dan cepat, sehingga dapat mengurangi jumlah kematian dan cedera akibat ranjau.

"Berkat pengembangan metode Deep Learning, kemampuan pengenalan gambar dan identifikasi objek telah meningkat secara signifikan," pungkasnya.

Sawada optimistis kemampuan pendeteksian drone akan terus berkembang lebih baik di situasi-situasi semacam itu melalui pembelajaran AI. "Drone memiliki kesulitan dalam mendeteksi ranjau darat di lingkungan perkotaan atau hutan dibandingkan ladang terbuka atau padang rumput," ujarnya.