Saat ini teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sudah memasuki setiap industri termasuk industri pendidikan.
Impelementasi teknologi AI seperri chatbot AI ChatGPT di industri pendidikan terbukti dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar.
Baru-baru ini Universitas Harvard memasukkan teknologi AI generatif ke dalam mata kuliah mahasiswa semester pertama ilmu komputer. Harvard menilai pengembangan teknologi AI sangat berkaitan erat dengan komputer.
"Machine learning akan memberikan umpan balik kepada mahasiswa, membantu memperbaiki kode mereka, dan bahkan menjawab pertanyaan yang sering diajukan," ungkap David Malan, Profesor Harvard yang memimpin Computer Science 50: Pengantar Ilmu Komputer (CS50) seperti dilaporkan oleh The Harvard Crimson.
Malan mengatakan pemberian materi pelajaran AI dalam kursus pengantar akan membantu mahasiswa bekerja dengan kecepatan dan gaya mereka sendiri melalui akses tanpa henti ke alat dan sumber daya.
"AI akan menjadi bagian penting dari masa depan pendidikan tinggi, baik dalam hal penggunaannya bagi mahasiswa maupun aplikabilitas luasnya di berbagai industri," ujarnya.
Malan mengatakan program AI termasuk ChatGPT dapat membantu mahasiswa menemukan jawaban sendiri daripada hanya menuliskannya untuk mereka.
Berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Stanford, Universitas Michigan, Universitas Brown, dan sejumlah institusi publik dan swasta terkemuka lainnya, telah mengadopsi program studi yang fokus sepenuhnya pada AI.
"Pekerjaan AI sangat diminati karena teknologi ini siap mengubah ekonomi global," ujarnya.
Institut McKinsey Global dalam sebuah laporan baru-baru ini menyiratkan bahwa sekitar sepertiga pekerja Amerika mungkin perlu beralih pekerjaan dalam satu dekade ke depan, tetapi Forum Ekonomi Dunia memprediksi peningkatan bersih 58 juta pekerjaan secara global berkat AI.
Bukan Hak Cipta
Ilustrasi artificial intelligence (AI)
Hakim Pengadilan Distrik Amerika Serikat, Beryl A. Howell, memutuskan karya seni yang dihasilkan oleh artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tidak bisa diberikan hak cipta
Howell memimpin persidangan di Pengadilan Hak Cipta Amerika Serikat (AS) setelah kantor tersebut menolak memberikan hak cipta kepada Stephen Thaler atas gambar yang dihasilkan oleh algoritma Creativity Machine yang diciptakannya.
Thaler berusaha terus memperoleh hak cipta atas gambar tersebut "sebagai karya untuk pemilik Creativity Machine," yang akan menampilkan dirinya sebagai pencipta karya dan Thaler sebagai pemilik karya seni, tetapi ia terus menerima penolakan.
Setelah penolakan terbaru dari kantor tersebut tahun lalu, Thaler mengajukan gugatan terhadap Pengadilan Hak Cipta dengan klaim bahwa penolakan tersebut "sebagai sesuatu yang sewenang-wenang, tidak terduga... dan melanggar hukum." Namun, Howell tidak sejalan dengan pandangan ini seperti dikutip The Hollywood Reporter.
Dalam keputusannya, Howell menyatakan bahwa hak cipta tidak pernah diberikan kepada karya yang dihasilkan "tanpa panduan manusia" dan menambahkan bahwa "intervensi manusia merupakan syarat utama untuk hak cipta."
Namun, Howell juga mengakui bahwa kita sedang menghadapi wilayah baru dalam hak cipta, di mana seniman menggunakan AI sebagai alat untuk menciptakan karya. Dia mencatat bahwa ini akan menimbulkan "pertanyaan menantang tentang sejauh mana campur tangan manusia diperlukan" untuk melindungi hak cipta karya seni yang dihasilkan AI, terutama mengingat model AI sering dilatih dengan karya yang telah ada sebelumnya.
Stephen Thaler berencana mengajukan banding atas keputusan ini. Pengacaranya, Ryan Abbot dari firma hukum Brown Neri Smith & Khan LLP, mengungkapkan bahwa mereka "dengan hormat tidak setuju dengan interpretasi pengadilan mengenai Undang-Undang Hak Cipta," seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg Law.
Kantor Hak Cipta Amerika Serikat juga menyatakan pendapatnya bahwa keputusan pengadilan adalah yang tepat. Meskipun belum ada yang dapat memprediksi dengan pasti perkembangan hukum hak cipta di Amerika Serikat dalam konteks kecerdasan buatan, tetapi perkara semacam ini terus muncul di meja pengadilan.
Contohnya, pada awal tahun ini, Sarah Silverman dan dua penulis lainnya menggugat OpenAI dan Meta terkait praktik pengumpulan data oleh model mereka, sementara programmer dan pengacara lainnya, Matthew Butterick, mengajukan gugatan yang menyatakan bahwa pengambilan data oleh Microsoft, GitHub, dan OpenAI merupakan bentuk pembajakan perangkat lunak.