Penulis: Felix Berndt, Regional Sales Manager of Asia Pacific, Paessler
[Redaksi] Peran data center semakin strategis dan penting di tengah digitalisasi yang kian menjadi keharusan. Sementara di sisi lain, penggunaan energi di pusat data pun menjadi sorotan dalam kaitannya isu keberlanjutan. Paessler memberikan cara untuk mengatasi tantangan tersebut.
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, segala aspek kehidupan semakin terhubung dengan konsumsi maupun produksi data. Penggunaan data yang meroket, semakin dipicu oleh perkembangan teknologi yang mengandalkan data seperti 5G, artificial intelligence (AI), dan Internet of Things (IoT), serta gaya hidup digital yang dipengaruhi oleh tren kerja hybrid, kerja secara remote, belanja online, hingga konsumsi konten digital, telah mendorong lonjakan pemanfaatan data center.
Penelitian kami menunjukkan bahwa 80% bisnis di Indonesia menempatkan transformasi digital sebagai prioritas utama pada tahun 2023. Tren ini menjadikan pusat data, atau data center, sebagai aspek yang sangat penting bagi setiap ekosistem TI dan merupakan elemen penting penunjang kelancaran operasional.
Berdasarkan data dari perusahaan riset pasar Statista, jumlah data yang diproduksi, dikumpulkan, disalin, dan dimanfaatkan secara global diperkirakan akan meningkat dari sekitar 59 zettabyte (ZB) di tahun 2020 menjadi sekitar 149 ZB di tahun 2024—sebuah peningkatan yang cukup signifikan.
Tak heran jika perusahaan-perusahaan di kawasan Asia Tenggara berlomba-lomba untuk berinvestasi dan berekspansi di sektor pusat data yang terus berkembang. Seiring dengan semakin meningkatnya kehadiran berbagai operasi data center di Asia Tenggara oleh perusahaan-perusahaan raksasa teknologi global, seperti Google, Facebook, Amazon, dan Microsoft, menjadikan kawasan ini sebagai sarang bagi para pemain pusat data.
Indeks Hijau (Green Quotient / GQ)
Berdasarkan penelitian terbaru kami, kini hanya 30% bisnis di Indonesia telah memiliki strategi TI yang berkelanjutan, dan sudah mulai menerapkannya. Oleh karena itu, pusat data kemungkinan besar akan menjadi komponen penting dalam penerapan strategi tersebut, mengingat kebutuhannya akan terus meningkat menuju situasi target bisnis yang berkelanjutan.
Proses pengolahan, penyimpanan, dan pengelolaan data membutuhkan konsumsi energi yang signifikan, sehingga hal ini menjadi perhatian utama dalam upaya keberlanjutan. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah pusat data, demikian pula dengan kebutuhan energinya, mengingat pusat data merupakan sarana bagi peralatan yang membutuhkan daya besar untuk menjalankan kinerja dan ketersediaan yang optimal bagi beragam aplikasi yang memiliki peran penting.
Akan tetapi, apakah penyedia pusat data atau penyedia colocation (layanan penitipan server pelanggan) memiliki strategi keberlanjutan untuk mewujudkannya seraya mengembangkan bisnis mereka? Apakah obyektif mereka terukur? Apakah mereka telah mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan atau menciptakan inovasi teknologi? Sudahkah mereka mengadopsi upaya-upaya keberlanjutan di seluruh kegiatan operasionalnya? Hal tersebut merupakan beberapa pertanyaan penting yang perlu diperhatikan.
Mengatasi Pemborosan Energi
Salah satu dari dua faktor penyebab utama konsumsi energi di fasilitas data center adalah operasional peralatan TI. Di dalam pusat data, terdapat banyak jenis peralatan teknis, yang hampir semuanya menggunakan listrik. Di antaranya ada alat-alat yang membutuhkan daya besar, seperti server, sistem penyimpanan, dan infrastruktur yang berukuran besar seperti generator cadangan dan pembangkit listrik, serta komputer, router, aplikasi, perangkat lunak, arus pertukaran data, dan berbagai macam layanan.
Perangkat-perangkat ini sering kali ditempatkan dalam sebuah ruangan dan harus bekerja terus-menerus selama 24 jam sehari untuk memroses berbagai macam data yang tersimpan di dalamnya. Hal ini, tentu saja, menimbulkan potensi peningkatan temperatur yang tinggi terhadap peralatan TI.
Untuk mencegah terjadinya overheating (panas berlebih) dan menghindari kerusakan, maka ruang pusat data perlu dipertahankan dalam rentang temperatur yang relatif rendah selama proses operasionalnya. Di sinilah salah satu sumber konsumsi energi utama lainnya, yaitu sistem pendingin.
Data center membutuhkan daya yang sangat besar untuk mengoperasikan sistem pendingin karena sistem ini berfungsi untuk mengelola sirkulasi udara, mempertahankan temperatur dan tingkat kelembapan, serta mendukung seluruh peranti pendukung.
Kini, sejumlah pusat data telah mengadopsi langkah-langkah berkelanjutan untuk meminimalisir ketergantungan terhadap sistem pendingin tradisional; bahkan, berdasarkan hasil riset kami, sebanyak 82% pusat data telah memiliki strategi TI yang berkelanjutan.
Beberapa penyedia layanan membangun pusat datanya di pegunungan untuk memanfaatkan suhu udara yang dingin. Contohnya, Microsoft tengah melakukan uji coba pusat data di perairan yang disebut 'Project Natick' yang terletak di perairan lepas pantai Kepulauan Orkney, Skotlandia.
Namun, kawasan tropis seperti Asia Tenggara tidak memiliki aliran angin dingin yang stabil maupun dikelilingi oleh berbagai sumber aliran air dengan suhu yang dingin, sehingga masih sangat mengandalkan sistem pendingin yang dioperasikan dengan tenaga listrik. Dengan kondisi seperti ini, pusat data perlu untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air untuk menghemat konsumsi daya.
IT Monitoring ebagai Solusi
Menurut laporan studi Whitepaper Paessler, sebanyak 90% bisnis di ASEAN merasakan manfaat dari solusi monitoring infrastruktur TI secara real-time. Bahkan seluruh pelaku bisnis yang merupakan responden survei di Indonesia mengakui bahwa praktik IT monitoring secara real-time merupakan cara untuk mengoptimalkan konsumsi energi.
Kunci utama untuk mengevaluasi efisiensi energi pusat data bergantung pada seberapa besar kemampuan pusat data untuk mengukur tingkat efisiensi energi. Tanpa melakukan pengukuran konsumsi energi pada pusat data, mustahil untuk dapat mengetahui kondisi awal, memantau perkembangan, dan mengidentifikasi peluang untuk mengoptimalkan efisiensi energi.
Salah satu cara untuk mengukur konsumsi energi adalah melalui perangkat distribusi daya (PDU). PDU berfungsi menyalurkan dan mengontrol daya listrik, khususnya ke berbagai rak dan kabinet yang berada di dalam pusat data.
Akan tetapi, perangkat PDU yang canggih memiliki fungsi monitoring jarak jauh, di mana operator dapat melacak, mencatat, dan meninjau berbagai macam jenis data secara real-time, seperti konsumsi daya, distribusi, fluktuasi, waktu aktif, level muatan, dan lain-lain.
Ketika PDU diintegrasikan dengan solusi monitoring yang dapat mengukur dan mencatat konsumsi energi secara terus-menerus, hal ini akan membantu pusat data untuk memperoleh gambaran umum terkait konsumsi energi secara real-time di seluruh infrastruktur TI mereka. Hal ini mencakup kemampuan monitoring secara menyeluruh di seluruh komponen data center, yang mencakup aspek teknis dan operasional, seperti sistem pendingin dan daya di berbagai lokasi.
Secara keseluruhan, kombinasi output data dari PDU dengan solusi monitoring yang menyeluruh memungkinkan pusat data memiliki keunggulan untuk mendeteksi penyebab pemborosan energi, mengidentifikasi kejanggalan, memantau tren, dan meningkatkan perencanaan efisiensi energi. Dengan demikian, pusat data dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola penggunaan daya secara keseluruhan sekaligus mengoptimalkan biaya bisnis.
Meskipun permintaan akan konsumsi data terus meningkat, sangat penting untuk mengelola penggunaan energi yang berkelanjutan demi kelangsungan industri pusat data di kemudian hari.
Bagaimanapun, tantangan yang dihadapi semakin bervariasi dan kompleks. Tantangan operasional, seperti gangguan rantai pasokan, keseimbangan antara biaya dan efisiensi, pengelolaan kapasitas, peningkatan tarif listrik, dan isu seputar keamanan, semakin diperparah oleh persepsi bisnis mengenai transformasi digital dan keberlanjutan yang tidak saling berkaitan dengan satu sama lain.
Dengan situasi tersebut, ekspektasi akan keberlanjutan lingkungan dalam bisnis pusat data semakin meningkat. Akan tetapi, baik individu, pemerintah, perusahaan, maupun industri tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini sendirian. Keberlanjutan membutuhkan sebuah pendekatan yang holistik serta mengandalkan peran aktif dari setiap pemangku kepentingan.