Teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan terbukti dapat mendeteksi molekul dengan akurasi mencapai 90 persen. Teknologi AI itu memiliki potensi besar dalam penjelajahan luar angkasa, bahkan melebihi kemampuan sensor yang ada pada pesawat antariksa saat ini.
Sebelumnya, pesawat antariksa dapat mendeteksi molekul yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan di luar angkasa, tetapi seringkali molekul-molekul tersebut mengalami degradasi sehingga sulit diidentifikasi oleh teknologi konvensional.
Sebaliknya, teknologi AI memiliki tingkat akurasi sebesar 90 persen dalam mendeteksi beragam molekul yang berusia ratusan juta tahun. Hal ini membuka peluang untuk mengintegrasikan AI ke dalam sensor pada robot penjelajah luar angkasa, termasuk yang akan digunakan di bulan dan Mars.
Pengujian awal algoritma AI itu melibatkan 134 sampel, terdiri dari 59 sampel yang berasal dari makhluk hidup (biotik) dan 75 sampel non-hidup (abiotik). Data dari sampel-sampel tersebut kemudian dibagi menjadi set pelatihan dan pengujian.
Hasilnya, AI mampu mengidentifikasi berbagai sampel biotik mulai dari cangkang hingga fragmen fosil yang terbuat dari batu bara, minyak, dan ambar. AI juga berhasil mengenali sampel abiotik seperti asam amino dan meteorit berisi karbon. Kemampuan AI ini bahkan memungkinkan untuk mempelajari batuan berusia 3,5 miliar tahun di wilayah Pilbara, Australia.
ChatGPT
Ilustrasi ChatGPT.
Kehadiran AI (artificial intelligence) chatbot besutan OpenAI, yaitu ChatGPT, telah menginspirasi banyak perusahaan/organisasi di dunia untuk menghadirkan inovasi yang serupa.
Terbaru, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat bernama National Aeronautics and Space Administration (NASA), dikabarkan telah mengerahkan beberapa insinyurnya untuk mengembangkan teknologi asisten AI yang mampu menjawab berbagai pertanyaan dan perintah seperti ChatGPT.
Teknologi asisten AI dengan antarmuka seperti ChatGPT itu nantinya akan memungkinkan astronot melakukan manuver, eksperimen, mengelola muatan, transfer data, pemantauan kesehatan astronot, dan masih banyak lagi.
Selain itu, asisten ini juga akan membantu astronot untuk memecahkan masalah yang dihadapi ketika menggunakan pesawat luar angkasa dengan lebih cepat dan mudah, daripada harus memilah-milah halaman instruksi yang panjang.
NASA berencana memasang teknologi tersebut di Lunar Gateway, stasiun luar angkasa yang diproyeksikan bakal mengorbit di bulan dan membantu misi Artemis, yang bertujuan untuk membangun keberadaan manusia yang berkelanjutan di bulan.