Hanya 20% dari organisasi/perusahaan di Indonesia yang sepenuhnya siap menerapkan dan memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI). Fakta tersebut mengemuka dalam AI Readiness Index perdana dari Cisco.
Mensurvei 8.161 perusahaan di dunia, indeks ini secara khusus menyoroti kesiapan perusahaan, khususnya di sektor swasta, dalam hal penerapan dan pemanfaatan AI.
Mengapa kesiapan AI atau AI readiness ini menjadi penting? Organisasi yang mampu memanfaatkan nilai-nilai AI secara keseluruhan akan memiliki keunggulan kompetitif dan berkembang di masa depan, yang diprediksi akan didominasi oleh kecerdasan buatan.
Dalam menyusun indeks ini, Cisco mengukur kesiapan perusahaan memanfaatkan AI pada enam aspek: strategi, infrastruktur, data, tata kelola (governance), talenta, dan budaya.
Niat Kuat, Kemampuan Belum Memadai
Berdasarkan Cisco AI Readiness Index, diketahui organisasi/perusahaan di Indonesia memiliki motivasi yang kuat tapi belum memiliki kemampuan yang memadai.
Buktinya, 89% organisasi yakin bahwa AI akan berdampak signifikan terhadap operasional bisnis. Di sisi lain, hanya 20% responden yang dinilai sepenuhnya siap atau termasuk kategori Pacesetters.
Temuan lain dalam indeks ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam memanfaatkan AI adalah data. Sebanyak 76% responden mengakui bahwa hal ini terjadi karena data yang terpisah-pisah di dalam organisasi mereka.
Sebanyak 84% responden menyatakan bahwa organisasinya memiliki prosedur yang ketat atau canggih untuk memastikan penyimpanan dan penggunaan data sesuai dengan aturan dan standar tentang kedaulatan data.
"Namun ketika berbicara tentang kesiapan tata kelola AI, adalah penting untuk melihat kemampuan organisasi dalam menangani dan memperbaiki keadaan ketika terjadi data breach atau pelanggaran privasi," jelas Carl Solder.
Miliki Strategi AI Kuat
Namun yang menggembirakan adalah dalam hal strategi AI, sebanyak 99% organisasi menyatakan sudah memiliki strategi AI yang kuat atau dalam proses untuk mengembangkan strategi tersebut. Lebih dari dua pertiga (86%) organisasi diklasifikasikan sebagai Pacesetter atau Chasser (sepenuhnya siap /cukup siap), dan tidak ada yang masuk dalam kategori Laggards (tidak siap). Hasil ini, menurut Cisco, mengindikasikan level fokus yang signifikan dari eksekutif di tingkat direksi (C-Suite) dan pemimpin TI.