Find Us On Social Media :

Duh, Industri Ritel Alami Serangan Siber Paling Tinggi di Asia Pasifik

By Rafki Fachrizal, Rabu, 6 Desember 2023 | 18:45 WIB

Ilustrasi Industri Retail.

Menurut studi terbaru yang dilakukan perusahaan keamanan siber Kaspersky, secara global, perusahaan/organisasi infrastruktur kritikal, minyak & gas, dan energi mengalami jumlah terbesar insiden dunia maya karena alokasi anggaran yang tidak tepat (25%).

Namun di Asia Pasifik, industri ritel mengalami jumlah serangan siber yang paling sukses dalam 24 bulan terakhir.

Survei terbaru juga mengungkapkan 19% perusahaan di kawasan ini pernah mengalami insiden siber karena kurangnya investasi keamanan siber dalam dua tahun terakhir.

Terkait finansial perusahaan, hampir satu dari lima (16%) mengakui bahwa mereka tidak memiliki anggaran untuk langkah-langkah keamanan siber yang memadai.

Kaspersky melakukan penelitian untuk mengetahui pendapat para profesional Keamanan TI yang bekerja untuk UMKM dan perusahaan di seluruh dunia mengenai dampak manusia terhadap keamanan siber di sebuah perusahaan.

Penelitian ini – bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai kelompok orang yang mempengaruhi keamanan siber – mempertimbangkan staf internal dan kontraktor eksternal.

Laporan ini juga menganalisis dampak pengambil keputusan terhadap keamanan siber dalam hal “alokasi anggaran”. Sebanyak 234 responden dari Asia Pasifik disurvei.

Distribusi anggaran yang tidak memadai untuk keamanan siber menyebabkan 19% perusahaan di Asia mengalami insiden siber dalam dua tahun terakhir.

Situasinya berbeda untuk setiap industri. Misalnya, organisasi ritel yang paling banyak mengalami pelanggaran siber karena kurangnya anggaran (37%), diikuti oleh perusahaan telekomunikasi (33%) dan sektor infrastruktur penting, energi, minyak dan gas (23%).

“E-commerce diperkirakan akan menghasilkan pasar senilai 2,05 triliun USD di Asia Pasifik pada akhir tahun 2023. Ritel sebagai industri yang paling banyak mengalami insiden siber di sini adalah hal yang masuk akal karena para pelaku kejahatan siber mengikuti jejak uang tersebut. Perusahaan-perusahaan ini adalah bagian dari gerakan digitalisasi yang lebih besar di kawasan tersebut dan menyimpan harta karun berupa data, khususnya data finansial,” komentar Adrian Hia, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky.

“Studi terbaru kami membuktikan bahwa penjahat siber mengetahui perusahaan mana yang menjadi target. Mereka mengetahui data yang mereka inginkan dan di mana mendapatkannya. Saya mendorong semua industri di Asia Pasifik, terutama yang menangani informasi penting, untuk mengalokasikan anggaran keamanan siber yang lebih baik guna memastikan keamanan bisnis mereka, dan yang paling penting, data sensitif pelanggannya,” sambungnya.

Sementara itu, beberapa industri menunjukkan jumlah insiden siber yang lebih kecil. Industri manufaktur mengalami 11% insiden siber akibat keterbatasan anggaran, sementara transportasi & logistik mengalami 9% insiden siber.

Ketika ditanyai mengenai anggaran untuk langkah-langkah keamanan siber, mayoritas (83%) responden di Asia Pasifik mengatakan bahwa mereka siap menghadapi atau bahkan mengantisipasi ancaman-ancaman baru.