Cloud menjadi teknologi baru yang dominan di Asia Pasifik. Menurut laporan Economist Impact, 85% pemimpin bisnis melaporkan bahwa organisasinya telah mulai mengadopsi teknologi ini.
Laporan yang dibuat untuk Red Hat itu mengungkapkan bahwa mayoritas perusahaan di Asia Pasifik memperlihatkan kemajuan dalam mengintegrasikan teknologi baru ke dalam bisnisnya, terutama adopsi cloud computing. Sementara teknologi lain yang sedang hype, yaitu artificial intelligence (AI) termasuk AI generatif, masih berada dalam tahap awal pengadopsian.
Jepang Teratas dalam Adopsi Cloud
Dalam hal adopsi cloud, Jepang menempati posisi teratas dengan 87% eksekutif di negeri sakura ini menyatakan mereka telah sepenuhnya mengadopsi komputasi awan.
Sementara menurut 64% eksekutif di Jepang, cloud berperan dalam membantu mengamankan pekerjaan di dalam perusahaan dengan memungkinkan perusahaan memiliki daya saing.
Negara lain di kawasan Asia Pasifik yang juga memperlihatkan persentase adopsi cloud yang tinggi adalah Singapura. Sebanyak 68% responden melaporkan telah mengadopsi penuh komputasi awan.
Di bidang data science, 73% perusahaan di Korea Selatan dan 71% dari India sudah membuat kemajuan besar hingga sangat besar dalam pengadopsian kemampuan data science.
Adopsi AI Hadapi Tantangan SDM
Temuan menarik lainnya adalah adopsi AI. Menurut laporan yang melibatkan 375 pemimpin bisnis dari berbagai organisasi, termasuk pelanggan Red Hat, sebagian besar organisasi APAC belum mengadopsi AI, akan tetapi beberapa sudah mengambil langkah awal.
Di Singapura, 70% dari pemimpin bisnis mengatakan bahwa organisasinya belum mengadopsi AI generatif karena kurangnya SDM dengan keterampilan untuk mengintegrasikan teknologi ini ke dalam bisnis.
Namun, di China, 40% dari pemimpin bisnis mengatakan organisasinya sedang berada di tahap awal pengadopsian AI dan teknologi otomatis karena mereka telah melihat produktivitas yang maksimal karena pengadopsian teknologi tersebut.
Kurangnya SDM yang terampil tidak hanya menjadi alasan utama rendahnya adopsi AI generatif saat ini di Asia Pasifik tapi juga merupakan risiko terbesar yang tengah memberikan dampak terhadap organisasi (77%). Hal ini menjadi kekhawatiran khususnya bagi para pemimpin bisnis di Jepang (87%), Australia (84%) dan Korea Selatan (81%), serta di sektor sumber daya alam dan layanan.
Menanggapi tantangan dan tren yang ada, para pemimpin di Asia Pasifik menyatakan akan memprioritaskan sejumlah strategi guna meningkatkan tingkat keterampilan karyawan dan mengurangi risiko yang dihadapi bisnis:
- Membuat perkiraan untuk performa bisnis dalam skenario merugi dan optimis (54%).
- Memfokuskan kembali strategi rantai pasokan (46%).
- Memangkas biaya operasional (45%).
Pemimpin Bisnis Utamakan Kolaborasi
Penelitian ini juga menemukan bahwa kompleksitas dan tantangan yang berlangsung saat ini menjadikan peran pemimpin bisnis sangat fokus. Untuk itu, menurut laporan ini, para pemimpin memprioritaskan beberapa sifat kepemimpinan yang dibutuhkan dalam mengarungi disrupsi ekonomi dan teknologi saat ini:
- kolaborasi, membangun kepercayaan dan membuka jalan untuk bekerja dengan karyawan dan pemangku kepentingan sebagai hal yang sangat penting (82%);
- kelincahan dalam berpikir dan mengambil keputusan (89%);
- dan kerendahan hati (81%), yang di dalam konteks ini menunjukkan kesadaran akan keterbatasan dan kesediaan untuk bekerja sama dengan mereka yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan.
Marjet Andriesse, Senior Vice President & General Manager, APJC, Red Hat menilai daya tahan ekonomi kawasan Asia Pasifik tetap kuat meski tengah menghadapi kerumitan dan tantangan.
“Saat perusahaan ingin meningkatkan kesiapan mereka di masa depan menghadapi pertumbuhan dan transformasi, kami di Red Hat bersemangat untuk mendukung pelanggan kami menghadapi berbagai hal yang akan datang sehingga mereka bisa membuka potensi di dunia,” ujarnya.
“Di seluruh wilayah Asia Pasifik, tantangan ekonomi secara negatif berdampak terhadap profitabilitas sebagian besar perusahaan. Merespon hal tersebut, banyak perusahaan ingin meningkatkan produktivitas dengan memprioritaskan investasi di area-area seperti komputasi cloud, platform data dan generative AI. Namun implementasinya tidak mudah karena mereka bergumul dengan biaya investasi yang dibutuhkan dan keterampilan digital di tengah semakin banyaknya kekhawatiran mengenai keamanan siber,” ujar Charles Ross, Principal of Policy & Insights, Economist Impact.
Baca juga: Red Hat Hadirkan Layanan Otomatisasi Ansible dengan AI Generatif
Baca juga: Gandeng EDGE DC, Kaopu Cloud Hadirkan Layanan Edge Cloud di Indonesia