Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor manufaktur agar dapat mengadopsi prinsip industri hijau dalam proses produksinya.
Upaya strategis ini bertujuan untuk mewujudkan industri manufaktur nasional yang tangguh dan berwawasan lingkungan sekaligus berinovasi dengan pemanfaatan teknologi industri 4.0 sesuai arah peta jalan ‘Making Indonesia 4.0’.
“Kami telah menginisiasi penerapan optimalisasi teknologi industri guna menciptakan pembangunan sektor industri yang mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan, dan inklusif. Hal ini sejalan dengan langkah untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita.
Guna mencapai sasaran tersebut, Kemenperin melalui unit kerjanya di bawah Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), aktif memanfaatkan teknologi industri dalam lingkup tugas pokok dan fungsinya. Tujuannya, membantu mengatasi masalah dan permasalahan yang ada di sektor industri.
Misalnya, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Pencegahan Pencemaran Industri (BBSPJPPI) Semarang, berkomitmen untuk menghidupkan inovasi teknologi yang praktis dan aplikatif bagi industri dan masyarakat, baik dalam rangka pemenuhan regulasi maupun mitigasi risiko kerusakan lingkungan.
Sebagai bagian dari upaya ini, BBSPJPPI menciptakan aplikasi “Udaraku” dan merupakan bagian dari pengembangan Adaptive Monitoring System (AiMS) yang telah dilakukan sebelumnya.
“Aplikasi berbasis website ini merupakan bentuk dukungan Kemenperin melalui BBSPJPPI kepada masyarakat industri dalam upaya meningkatkan pemantauan kualitas udara yang lebih efektif di Indonesia,” tutur Kepala BSKJI.
Aplikasi berbasis teknologi IoT (Internet of Things) tersebut menampilkan dashboard yang menyediakan informasi data kualitas udara secara real-time Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sesuai P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2020.
ISPU merupakan laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara, dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau hari.
“ISPU dihitung dengan melakukan perubahan nilai konsentrasi pencemar menjadi indeks pencemar yang diekspresikan dalam bentuk angka dan warna,” cetus Andi.
Hal ini dilakukan agar indeks pencemar tersebut lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan sebagai penunjuk kualitas udara.
Aplikasi Udaraku menampilkan ISPU dari debu partikulat yang ada di udara baik PM 1, PM 2.5 maupun PM 10.
Tampilan aplikasi Udaraku sedang dikembangkan untuk dapat diatur sebagai Public View, Industry/User View, dan Admin View.
Fitur export data yang dimiliki aplikasi Udaraku memungkinkan pihak industri melakukan evaluasi pengelolaan limbah udara mereka dan memungkinkan pihak regulator menyusun rencana aksi kualitas udara.
"Kebutuhan industri dalam mematuhi regulasi ISPU sangat penting, dan aplikasi Udaraku harus terus dikembangkan agar dapat segera dimanfaatkan oleh industri,” ungkap Andi.
Kepala BBSPJPPI Sidik Herman menyampaikan bahwa aplikasi Udaraku dikembangkan untuk memenuhi SNI 9178:2023 tentang Uji Kinerja Alat Pemantauan Kualitas Udara yang Menggunakan Sensor Berbiaya Rendah, dalam hal penggunaan sensor berbiaya murah yang digunakan.
“Aplikasi ini siap dikomersialisasikan dan dashboard yang ditawarkan memungkinkan pemantauan bekerja melalui data reporting dari sensor yang akan disebar di wilayah Indonesia,” paparnya.
Sidik berharap, aplikasi Udaraku dapat memberikan dampak positif yang besar dalam meningkatkan tingkat kualitas ISPU.
“Selain itu, kami menekankan bahwa peran serta dan kerja sama dari semua pihak akan menjadi faktor utama dalam usaha bersama menciptakan lingkungan udara yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat,” pungkasnya.
Baca Juga: Kemenperin Buka Akses Pendanaan Puluhan Startup Lewat Program Ini