Find Us On Social Media :

Marak Implementasi AI di 2024, Cloudera Sarankan Fokus Pada Data

By Liana Threestayanti, Selasa, 13 Februari 2024 | 14:30 WIB

Pemanfaatan teknologi AI diperkirakan akan terus meningkat tahun ini. Bagaimana perusahaan dan organisasi sebaiknya mempersiapkan diri ? (Foto: Fajar Muharandy, Principal Solution Engineer, Cloudera)

Pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) diperkirakan akan terus meningkat dan meluas tahun ini. Bagaimana perusahaan dan organisasi sebaiknya mempersiapkan diri menyambut tren ini?  

Meraih momentumnya di tahun 2023, artificial intelligence diprediksi Statista akan terintegrasi secara luas tahun ini. AI akan hadir di mana-mana dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, lingkungan bisnis, dan pasar global. Statista mencatat, saat ini, 54% konsumen global dengan mudah memasukkan AI ke dalam rutinitas mereka, dan diperkirakan akan terjadi peningkatan yang signifikan. 

Sementara itu, berdasarkan survei yang dilakukan World Economic Forum terhadap para Chief Digital Officer dari berbagai sektor industri di dunia, di 2024 ini, perusahaan akan fokus pada upaya pemangkasan biaya dan perampingan operasi. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, terkait AI, perusahaan pun beranjak dari tahap uji coba AI ke fase implementasi secara luas.

AI juga disebut TechTarget akan menjadi katalisator kunci bagi transformasi digital di 2024 sehingga pemimpin teknologi akan fokus untuk memasukkan AI dalam inisiatif transformasi digitalnya. 

Tren yang sama juga dijumpai di Indonesia. Hal itu, menurut Fajar Muharandy, Principal Solution Engineer, Cloudera, terlihat antara lain dari peningkatan adopsi solusi Cloudera Machine Learning (CML).Perusahaan mengadopsi CML dengan alasan ingin memiliki keunggulan kompetitif dari para pesaingnya. 

Sebagai informasi, CML pada Cloudera Data Platform memungkinkan para data scientist berkolaborasi di atas satu platfom tunggal yang inklusif untuk mendukung use case AI.

“Banyak dari pelanggan kami tertarik untuk mengimplementasikan AI dalam perusahaan mereka dan bagaimana memanfaatkan GenAI dan tools seperti Large Language Models (LLMs) di perusahaan mereka untuk mendorong outcome bisnis, dengan aman, dan dengan data yang mereka bisa percaya,” jelas Fajar melalui jawaban tertulis.

Secara umum, Fajar menilai, perusahaan-perusahaan yang lebih maju secara digital adalah early adopter teknologi disruptif, seperti AI. Ia memberikan contoh Bank OCBC Indonesia yang saat ini sedang berkolaborasi dengan Cloudera untuk menerapkan teknologi seperti modern data architecture dan GenAI generatif untuk menambah value dalam pelayanan nasabah.

Tantangan Implentasi AI

Dalam prediksinya untuk 2024, Forrester mengungkapkan bahwa kebanyakan perusahaan di Asia Pasifik melihat AI generatif sebagai sebagai pendorong produktivitas. Namun menurut Forrester, hanya 30% perusahaan dengan praktik TI yang lebih matang di kawasan ini yang memiliki posisi strategis untuk meraih manfaat AI, seperti peningkatan produktivitas, ketahanan operasional yang lebih baik, pengalaman pelanggan yang unggul, dan inovasi model bisnis. 

Firma riset ini pun mengemukakan bahwa hambatan yang dihadapi perusahaan di Asia Pasifik utamanya budaya menghindari risiko (risk-averse culture) dan kemampuan manajemen data yang tidak memadai.  

Sementara itu, khususnya di Indonesia, Fajar Muharandy juga melihat faktor dukungan regulasi dan ketersediaan teknologi sebagai kendala yang dihadapi berbagai perusahaan di tanah air ketika akan menerapkan AI dengan cepat.