Indonesia telah melaksanakan Pemilu (pemilihan umum) 2024 pada 14 Februari lalu.
Bagi kalangan investor Bitcoin (BTC) di dalam negeri, kemudian muncul pertanyaan besar: Apakah Bitcoin akan menjadi aset yang lebih menarik pasca-pemilu, dan apakah peminatnya akan bertambah?
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan pasar kripto yang terkenal dengan volatilitasnya, memang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor politik regulasi dari tingkat global hingga domestik dan tidak lupa sentimen kuat makroekonomi.
Meskipun Indonesia, memiliki lebih dari 18 juta investor kripto, momen kontestasi Pemilu 2024 tidak menjadi pusat perhatian dalam dinamika pasar kripto global.
Namun, Fyqieh mengamati pasar saham domestik yang seringkali bergerak paralel dengan pasar kripto, lonjakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasca hitung cepat Pmilu 2024 menunjukkan sentimen positif yang bisa saja berimbas pada pasar kripto.
Tren positif di pasar saham seringkali menjadi cerminan bagi pasar kripto, mengindikasikan potensi momentum positif bagi investor kripto domestik.
"Setelah pelaksanaan Pemilu, fokus para pelaku pasar domestik beralih ke isu regulasi pasca-pemilu yang merupakan faktor krusial dalam mempengaruhi minat investor. Para pelaku pasar umumnya mengambil sikap yang hati-hati, menantikan kepastian terkait regulasi sebelum menetapkan keputusan investasi mereka,” ujar Fyqieh.
“Adanya regulasi yang mendukung sektor kripto, seperti insentif pajak dan penetapan daftar kripto yang diakui secara legal, dapat menjadi katalisator bagi perkembangan transaksi kripto di dalam negeri," sambung Fyqieh.
Sentimen dan Prospek Pasar Kripto
Di sisi lain, perkembangan harga Bitcoin hingga saat ini telah meningkatkan kepercayaan investor, menandakan dimulainya siklus bullish (harga di pasaran meningkat) baru.
Masuknya modal besar ke dalam Bitcoin, terutama melalui ETF BTC spot di Amerika Serikat, menegaskan minat institusional yang meningkat, yang merupakan pendorong mendasar dari dinamika harga saat ini.
Peningkatan pembelian oleh investor institusi telah mendorong harga Bitcoin melewati $52.000 untuk pertama kalinya sejak tahun 2021, menandai kenaikan bulanan sebesar 20%.
Menariknya, data historis menunjukkan bahwa harga Bitcoin cenderung mengalami kenaikan di sekitar Hari Valentine yang diperingati setiap tanggal 14 Februari, dengan kenaikan yang konsisten dalam empat tahun terakhir.
Data menunjukkan bahwa harga Bitcoin telah menghasilkan kenaikan masing-masing 1,3%, 3,03%, 1,13%, dan 1,9% dalam empat Hari Valentine terakhir, sejak tahun 2020.
Harga Bitcoin menguat 3,66% hingga mencapai puncaknya pada $52.040 dalam jangka waktu harian pada 14 Februari, memperpanjang rekor kemenangan beruntun di Hari Valentine menjadi lima tahun berturut-turut.
"Selain itu, momen halving yang semakin dekat untuk meningkatkan euforia pembelian Bitcoin, sehingga meningkatkan harga secara signifikan. Secara historis, Bitcoin telah mengalami reli besar ke level tertinggi baru dalam beberapa bulan berikutnya," papar Fyqieh.
Halving yang akan datang akan semakin mengurangi pasokan. Jika halving berikutnya mengikuti pola yang sama, kita dapat mengharapkan pertumbuhan harga Bitcoin yang berkelanjutan selama beberapa bulan ke depan.
Fyqieh optimis dengan keyakinannya bahwa Bitcoin memiliki potensi untuk mencapai kisaran harga antara $54.000 hingga $58.000 sebelum halving. Jika ada momentum yang baik dari sisi makroekonomi, harga Bitcoin bisa membawanya lebih tinggi lagi.
Baca Juga: Alasan Bitcoin ETF Mampu Revolusi Dunia Investasi Digital
Baca Juga: Thailand Hapus Pajak Kripto, CEO Tokocrypto: Indonesia Perlu Ikuti