Find Us On Social Media :

Tak Mau Kalah! Performa Chip AI Buatan China ini Tembus 45 TOPS

By Adam Rizal, Selasa, 6 Agustus 2024 | 13:00 WIB

Ilustrasi Chip AI (Artificial Intelligence)

Persaingan chip artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sangat pesat di pasar, menyusul banyak pemain besar yang bersaing ketat mulai dari Nvidia, Intel, AMD, Qualcomm, dan Microsoft. Tak mau ketinggalan, Cixin Technology, pabrikan semikonduktor asal China ini meluncurkan SoC AI terbaru Cixin P1 untuk memenuhi kebutuhan performa AI di Tiongkok.

Chip AI Cixin P1 sendiri adalah prosesor Arm yang dibangun dengan proses 6nm, dilengkapi dengan CPU 12-core berkecepatan 3,2 GHz, grafis terintegrasi 10-core, dan NPU (Neural Processing Unit) yang mampu mencapai performa 30 TOPS, sehingga total performa keseluruhan mencapai 45 TOPS.

CPU itu menggunakan arsitektur Armv9.2-A dengan konfigurasi 8 core performa tinggi dan 4 core efisien, memberikan keseimbangan optimal antara kinerja dan efisiensi energi. Detail spesifik dari CPU, GPU, atau NPU tidak diungkapkan secara rinci.

Cixin P1 mendukung memori LPDDR5-6400, ekspansi PCIe 4.0 16x untuk GPU atau akselerator AI, serta mampu output hingga resolusi 4K pada 120FPS. Nantinya, chip itu sangat kompatibel dengan berbagai sistem operasi seperti Windows, Android, Kirin, dan Tongxin, dan bisa digunakan pada berbagai perangkat, termasuk notebook, PC mini, komputer all-in-one, desktop, konsol hiburan rumah, dan host edge perusahaan.

Dalam acara peluncuran, prosesor itu diuji pada perangkat seperti notebook dan desktop dengan demo benchmark seperti 3DMark06 dan game populer Genshin Impact, yang dilaporkan berjalan lancar. Meskipun dirancang untuk pasar Tiongkok, Cixin P1 belum memenuhi persyaratan Microsoft untuk “AI PC” karena NPU-nya hanya mencapai 30 TOPS, di bawah target 40 TOPS.

Cixin Technology, didirikan pada tahun 2021, telah berkembang pesat berkat investasi dari 15-20 mitra publik dan swasta. Namun, adopsi awal mungkin masih terbatas mengingat status perusahaan yang relatif baru.

Punya Banyak Panten

Administrasi Kekayaan Intelektual Nasional China (CNIPA) melaporkan jumlah paten artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang efektif beroperasi di China mencapai 378.000 hingga akhir 2023, dengan tingkat pertumbuhan tahunan lebih dari 40 persen.

"Tingkat pertumbuhan di China 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata global," kata CNIPA dalam konferensi pers di Beijing.

Industri AI mencerminkan vitalitas inovasi ekonomi digital China dan menyumbang 10 persen dari PDB negara tersebut. Pada 2023, jumlah paten penemuan yang disetujui di industri ekonomi digital inti China mencapai 406.000, mencakup 45 persen dari total paten penemuan yang diberikan di negara tersebut. 

Selama lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata mencapai 21 persen. Ge Shu, pejabat senior CNIPA, yang mencatat perkembangan pesat inovasi teknologi di bidang ekonomi digital. Ge juga menyatakan bahwa hingga akhir 2023, sebanyak 155.000 perusahaan dalam negeri telah memperoleh paten penemuan yang berkaitan dengan ekonomi digital, meningkat 31.000 dibandingkan tahun sebelumnya.

Perusahaan asing juga memperkuat portofolio paten mereka di industri inti ekonomi digital China. Menurut Ge, hingga akhir tahun lalu, sebanyak 93 negara memegang paten penemuan yang valid dalam industri ini di China, dengan sektor manufaktur produk digital menyumbang 61,8 persen.

China mengambil peran utama dalam mempromosikan agenda kolaboratif dan inklusif dalam tata kelola artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di dunia, menyusul saat ini semua negara sedang meningkatkan pengawasan global terhadap AI. China menekankan pentingnya pengembangan teknologi ini secara aman, andal, terkendali, dan adil.

Dalam Konferensi Kecerdasan Buatan Dunia (WAIC), Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan China menyampaikan deklarasi pengembangan AI yang etis dan bertanggung jawab, serta mendorong penggunaan AI untuk membantu negara berkembang. 

"Tantangan baru AI, termasuk hukum, keamanan, ketenagakerjaan, dan etika. China selalu memprioritaskan penggunaan AI yang etis dan bertanggung jawab," katanya.

Zhou Bowen (Direktur Laboratorium Kecerdasan Buatan Shanghai) mengungkapkan risiko AI seperti kebocoran data, pelanggaran privasi, disinformasi, serta bias dan diskriminasi. Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Yin Hejun, menekankan bahwa pengawasan manusia terhadap AI penting untuk mencapai hasil yang aman dan konstruktif, yang memerlukan pendekatan kolaboratif global.

Pendekatan China terhadap tata kelola AI global didukung oleh peserta WAIC, yang setuju tentang perlunya kolaborasi internasional untuk mengurangi risiko AI. Sassine Ghazi dari Synopsys menyatakan bahwa keseimbangan antara inovasi AI dan pembangunan yang bertanggung jawab bisa dicapai melalui kerja sama global.

Wakil Menteri Luar Negeri China, Ma Zhaoxu, menolak upaya memonopoli sumber daya AI dan menciptakan aliansi eksklusif, serta mengecam campur tangan jahat dalam inisiatif negara lain. George Chen dari Asia Group menekankan pentingnya konsensus global untuk mencegah penggunaan AI sebagai senjata.

China juga fokus memastikan negara berkembang tidak tertinggal dalam AI global, dengan inisiatif seperti Inisiatif Tata Kelola AI Global dan resolusi PBB untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam AI. Ma menegaskan bahwa semua negara memiliki hak atas kemajuan AI yang setara, dan Jose Roberto dari Brasil menekankan pentingnya kolaborasi setelah WAIC.

Baca Juga: Chatbot AI ChatGPT Baru Tersedia di iPhone dan iPad Akhir Tahun Ini