Find Us On Social Media :

Waspadai Siklus Dampak Gadget pada Kemampuan Pengelolaan Emosi Anak

By Liana Threestayanti, Selasa, 13 Agustus 2024 | 13:30 WIB

Studi terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan gadget oleh anak-anak prasekolah dapat mengganggu kemampuan mengelola emosi pada anak, bahkan bisa menjerumuskan anak ke dalam lingkaran setan. 

Ya, lingkaran setan ini menggambarkan situasi ketika para orang tua justru memberikan gadget kepada anak-anaknya yang sedang tantrum dan berdampak negatif pada kemampuan anak mengelola emosi di kemudian hari. 

Penelitian ini dipimpin oleh Caroline Fitzpatrick, seorang profesor di bidang pendidikan dari University of Sherbrooke, di Sherbrooke, Quebec, Kanada dan dipublikasikan pada tanggal 12 Agustus dalam jurnal JAMA Pediatrics. 

Pendampingan oleh Orang Tua vs Gadget

Menurut para peneliti, tahun-tahun prasekolah adalah masa penting untuk mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi, yang tentu saja dengan bimbingan orang tua. 

Anak-anak usia prasekolah belajar mengelola emosi mereka melalui dua cara utama. Pertama, mereka belajar dengan bimbingan langsung dari orang tuanya. Orang tua dapat memberikan arahan dan bantuan langsung kepada anak-anak untuk membantu mereka mengendalikan ledakan emosi, saat hal itu terjadi.

Selain itu, anak juga dapat mempelajarinya dengan cara mengamati orang tuanya.  Anak-anak memperhatikan cara orang tua mereka mengelola emosi mereka sendiri dan belajar dari contoh tersebut.

Jadi, peran orang tua sangat penting dalam membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mengelola emosi.

Namun saat ini, banyak balita yang lebih sering berinteraksi dengan layar perangkat (gadget), seperti tablet, ketimbang dengan ayah atau ibunya, menurut para peneliti.

Terjebak Siklus, Perburuk Gangguan Emosional

Sebuah penelitian lain yang dilakukan di AS, sebagian besar anak berusia 4 tahun sudah memiliki gadget sendiri. Dan akibat pandemi, jumlah waktu yang dihabiskan oleh anak-anak usia prasekolah ini untuk menatap layar gadget pun meningkat, dari rata-rata 5 menit per hari pada tahun 2020, menjadi 55 menit per hari pada tahun 2022.

Sementara sebuah studi sebelumnya yang dilakukan oleh tim Caroline Fitzpatrick juga menemukan bahwa ledakan emosi balita meningkat seiring dengan jumlah waktu yang ia habiskan untuk menatap layar gadget.

Penelitian terbaru ditujukan mereplikasi temuan tersebut, dan memastikan apakah sebaliknya juga bisa terjadi: Anak-anak yang gagal mengembangkan kemampuan mengelola emosi mungkin lebih rentan diberikan gadget di kemudian hari.

Penelitian ini melibatkan 315 orang tua dari anak berusia 3,5 tahun di provinsi Nova Scotia, Kanada. Selama dua tahun, para peneliti mencatat data screen time harian dan kemampuan mengontrol emosi anak-anak, dari tahun 2020 sampai 2022.

Hasilnya, lamanya anak-anak menggunakan tablet meningkat dari rata-rata 6,5 jam per minggu saat mereka berusia 3,5 tahun menjadi sekitar 7 jam per minggu saat anak-anak menginjak usia 5,5 tahun. 

Para peneliti menemukan bahwa penambahan screen time sekitar satu jam per hari pada anak usia 3,5 tahun berhubungan dengan peningkatan signifikan pada tingkat amarah/frustasi pada anak, setahun sesudahnya (atau pada saat mereka berusia 4,5 tahun).

Kemudian para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang menunjukkan tingkat gangguan emosional yang tinggi pada usia 4,5 tahun cenderung lebih banyak menggunakan komputer tablet ketika mereka berusia 5,5 tahun. Dengan kata lain, ada hubungan antara masalah pengelolaan emosi pada usia lebih muda dan peningkatan penggunaan tablet di usia yang lebih tua.

Para peneliti pun sampai pada kesimpulan bahwa penggunaan tablet di usia dini (early childhood) dapat berkontribusi pada siklus yang merugikan bagi regulasi emosi. Dengan kata lain, penggunaan tablet sejak usia dini dapat berdampak negatif pada kemampuan mengelola emosi pada anak-anak.

Hasil penelitian ini boleh dibilang “tidak mengejutkan” karena pada umumnya anak-anak yang lebih sulit diatur cenderung mendapatkan lebih banyak screen time dari orang tuanya. Menurut para peneliti, orang tua sering menggunakan gadget untuk menenangkan anak-anak, tanpa menyadari bahwa tindakan itu  justru bisa memperburuk masalah emosional pada anak.