Find Us On Social Media :

VIDA: 100% Bisnis di Indonesia Khawatirkan Penipuan Berbasis AI

By Liana Threestayanti, Rabu, 11 September 2024 | 13:30 WIB

Pemanfaatan AI atau kecerdasan buatan untuk penipuan terus meningkat. Menurut laporan VIDA, 100% pelaku bisnis di Indonesia mengkhawatirkan tren ancaman berbasis AI ini, seperti deepfake. (Foto ki-ka: Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA; Adrian Anwar, Managing Director dan Group Chief Revenue Officer VIDA)

Pemanfaatan AI atau kecerdasan buatan untuk penipuan terus meningkat. Menurut laporan VIDA, 100% pelaku bisnis di Indonesia mengkhawatirkan tren ancaman berbasis AI ini, seperti deepfake. 

Hal itu terungkap dalam laporan terbaru VIDA yang berjudul  “Where's The Fraud: Protecting Indonesian Businesses from AI-Generated Digital Fraud.” Fakta yang lebih mengkhawatirkan juga disampaikan penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital ini, yaitu 46% dari responden belum memahami cara kerja teknologi tersebut. 

Selain penipuan berbasis teknologi AI (deepfake), laporan tersebut juga mengungkapkan tiga jenis penipuan digital lainnya yang paling banyak menyerang bisnis di Indonesia, yaitu rekayasa sosial (social engineering), pengambilalihan akun (account takeovers), dan pemalsuan dokumen serta tanda tangan.

Sementara industri yang paling terpengaruh penipuan digital secara signifikan adalah perbankan & fintech; multifinance & pembiayaan konsumen; asuransi; dan kesehatan. Contoh penipuan digital yang kerap terjadi di sektor perbankan dan fintech adalah deepfake dan rekayasa sosial yang dapat berujung pada kerugian yang mencapai jutaan dolar. 

Di sektor multifinance dan pembiayaan konsumen, pengambilalihan akun dan pemalsuan dokumen menjadi masalah serius, sementara penipuan identitas digital diprediksi bisa menyebabkan kerugian lebih dari US$2 miliar per tahun. 

Sedangkan di industri asuransi dan kesehatan, penipuan digital yang kerap terjadi adalah pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim palsu. Sementara serangan rekayasa sosial yang membidik masyarakat sebagai korban merupakan upaya untuk  mendapatkan data sensitif. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius. 

Dengan berbagai temuan tersebut, Adrian Anwar, Managing Director dan Group Chief Revenue Officer VIDA, menyoroti pentingnya bagi pelaku bisnis untuk segera mengambil langkah perlindungan dari penipuan digital. “Dengan 56% bisnis telah menghadapi penipuan identitas dan 96% menghadapi pemalsuan dokumen, jelas bahwa dampaknya akan lebih tinggi,” tegasnya.

Sementara Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam menghadapi penipuan digital, “Seiring dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, pelaku bisnis harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang terus berubah. Sebuah solusi anti-fraud yang terintegrasi tidak hanya memperkuat keamanan, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan yang berkelanjutan di era digital,” jelas Niki Luhur. 

Selanjutnya, VIDA juga mengungkapkan berbagai potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari empat ancaman utama penipuan digital tersebut. Apa saja? 

1. Penipuan identitas digital (identity fraud) 

Penipuan digital berbasis AI dan deepfake yang semakin canggih telah menimpa 56% bisnis di Indonesia. Hal ini berujung pada rusaknya kepercayaan, ancaman terhadap data, hubungan, dan reputasi. Whitepaper menyarankan bisnis untuk mengambil langkah pencegahan menghadapi ancaman ini.

2. Rekayasa sosial (social engineering)