Find Us On Social Media :

Mimpi Muhammad Ghifary untuk GovTech Edu dan Layanan Publik Indonesia

By Wisnu Nugroho, Senin, 9 September 2024 | 10:41 WIB

Muhammad Ghifary (CTO GovTech Edu)

Ada masa ketika Muhammad Ghifary bimbang akan jalan hidup yang ia tempuh. Apakah melanjutkan karir di Selandia Baru tempat ia menempuh pendidikan S3, atau pulang ke tanah air. “Saat itu beasiswa sudah mau selesai, namun saya belum sidang akhir,” kenang pria yang akrab dipanggil Ghif itu.

Di tengah kebimbangan tersebut, ia mendapat kesempatan magang di Weta Digital, studio efek visual Selandia Baru yang banyak menangani film kelas dunia. Dengan latar belakang pendidikan computer science, Ghif dipercaya masuk ke tim riset. Di sana, ia memadukan teknik machine learning dan computer vision untuk membantu kinerja 3D animator dalam membuat film seperti Planet of The Apes dan Deadpool 2.

Setelah tiga tahun bekerja di industri film, Ghif kemudian memutuskan kembali ke Indonesia. Ia sempat meniti karir di Bukalapak dan BRI sebelum bergabung dengan GovTech Edu di tahun 2022. Dan pada Agustus 2024, ia pun didapuk menjadi CTO dari GovTech Edu. 

 “Karena sejak awal, aspirasi saya memang di dunia pendidikan,” jawab Ghif ketika ditanya mengapa memutuskan bergabung di GovTech Edu. Terinspirasi ilmuwan seperti BJ Habibie, Ghif merasa sejalan dengan misi GovTech Edu. “Dan seperti rakyat Indonesia pada umumnya, saya ingin Indonesia memiliki pelayanan publik yang bagus,” tambah Ghif.

Membantu Kinerja Institusi Pendidikan

GovTech Edu sendiri adalah mitra resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI dalam mengembangkan solusi digital seputar dunia pendidikan Indonesia. GovTech Edu diharapkan dapat menjawab sebagian permasalahan ekosistem pendidikan Indonesia yang terbilang kompleks dan multidimensional. “Karena sebagian problem [pendidikan Indonesia] sebenarnya dapat dijawab lebih efektif melalui pendekatan digital,” ungkap Ghif. 

Contohnya di area peningkatan kompetensi guru. Selama ini, keterbatasan fasilitas membuat jangkauan pelatihan untuk guru menjadi kurang maksimal. “Ada guru yang sudah mengajar  15-20 tahun tapi baru mendapat satu kali pelatihan,” ungkap Ghif mencontohkan. 

Keterbatasan itulah yang coba dijawab melalui Merdeka Mengajar, sebuah learning platform untuk peningkatan kompetensi guru. Di platform tersebut, guru akan mendapatkan bahan ajar dan metode pengajaran berkualitas yang telah disiapkan kementerian. “Jadi guru dari seluruh Indonesia mendapatkan akses bahan ajar yang setara,” tambah Ghif. 

Tak hanya itu, platform Merdeka Mengajar juga membuka kesempatan bagi guru untuk berbagi metode pembelajarannya. Jadi guru dapat saling berbagi dengan guru lainnya demi meningkatkan kemampuannya. “Saat ini bahkan ada 125 ribu komunitas guru yang lahir dari platform Merdeka Mengajar,” tambah Ghif.

Platform lain yang dikembangkan GovTech Edu di tingkat kelas menengah ke bawah adalah Arkas (aplikasi perencanaan anggaran sekolah), SIPlah (procurement kebutuhan sekolah), dan Rapor Pendidikan (penilaian sekolah). Sedangkan di tingkat pendidikan tinggi, GovTech Edu membangun sistem Kampus Merdeka sebagai platform yang mempertemukan mahasiswa dan perusahaan.

Jika ditilik, platform yang dikembangkan GovTech Edu membentuk siklus tertutup. Di awal tahun ajaran, sekolah merencanakan anggaran untuk kegiatan sekolah menggunakan Arkas. Setelah itu, pihak sekolah membeli perangkat yang dibutuhkan melalui SIPlah, melakukan kegiatan pengajaran dibantu Merdeka Mengajar, untuk kemudian dinilai pencapaiannya melalui Rapor Pendidikan.