Meski pemanfaatannya semakin meluas, bahkan tak hanya sebagai “teman” tanya jawab, gen AI atau AI generatif juga diprediksi akan sedikit meredup hype-nya di 2025, menurut prediksi Cloudera untuk tahun 2025.
Sherlie Karnidta, Country Manager Indonesia, Cloudera mengatakan bahwa antusiasme terhadap teknologi ini mulai bergeser ke arah pendekatan yang lebih praktis. Para pemimpin bisnis juga memberikan tekanan yang lebih besar kepada tim TI untuk membuktikan bahwa investasinya terhadap AI memberikan dampak yang jelas bagi perusahaan.
Walhasil, perusahaan-perusahaan yang sudah berhasil menerapkan gen AI akan terus melanjutkan perjalanannya memanfaatkan teknologi tersebut untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Sebagai gambaran, menurut McKinsey, 65% dari perusahaan di seluruh dunia melaporkan penggunaan GenAI secara berkala dan menikmati pengurangan biaya yang signifikan untuk SDM dan peningkatan pendapatan dalam manajemen rantai pasok.
Sementara menurut PwC, meskipun perusahaan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan perusahaan Asia Pasifik dalam adopsi gen AI, tahun depan genAI diprediksi akan meningkatkan kemampuan CEO dalam membangun kepercayaan pemangku kepentingan (57%) dan meningkatkan kualitas produk dan layanan (56%).
“Tapi untuk perusahaan-perusahaan yang berskala medium atau lebih kecil, mungkin akan melihat ke belakang sedikit dulu sebelum menerapkan gen AI,” jelas Sherlie mengenai “redupnya” hype gen AI di tahun depan. Hal ini lantaran perusahaan-perusahaan ini secara tradisional belum memiliki database dalam skala yang memadai untuk memanfaatkan gen AI. Untuk itu, menurut Cloudera, perusahaan-perusahaan ini akan memprioritaskan pembenahan data sebagai persiapan menuju gen AI dan AI.
Prediksi lain yang disampaikan Cloudera adalah infrastruktur hybrid cloud tidak lagi mencukupi untuk mendukung gen AI. Sherlie menyoroti kebutuhan mendesak perusahaan untuk memiliki kemampuan multi-cloud atau hybrid cloud dalam pengelolaan data di berbagai lingkungan, mulai dari on-premises, cloud, bahkan edge.
“Kalau kita berbicara data, itu tidak hanya data. Tapi data itu juga terkait dengan schema, metadata, governance, security dari data itu sendiri. Nah, bagaimana semua hal yang sudah kita implementasikan di on-premises, yaitu governance, security, schema-nya ketika data kita bawa ke cloud, itu semuanya ikut ke cloud, tanpa kita perlu define ulang,” papar Fajar Muharandy, Principal Solution Engineer Cloudera.
Kemampuan hybrid dalam manajemen data yang ditawarkan Cloudera ini tentu selaras dengan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang mulai berlaku tahun ini yang mengharuskan perusahaan untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data pribadi.
Tren lain di tahun 2025 adalah pemanfaatan gen AI sebagai agentic AI. Agentic AI memungkinkan AI melakukan tindakan berdasarkan instruksi, tidak hanya memberikan jawaban. "Agentic AI tidak sekedar memberikan jawaban berupa teks, tapi bisa melakukan action buat kita," jelas Fajar Muharandy.
Sebagai contoh, AI dapat menjalankan tugas kompleks, seperti mencari profil LinkedIn, melakukan crawling data, dan mengeksekusi program untuk mengolah informasi, sehingga AI berperan lebih dari sekadar sistem tanya-jawab menjadi sistem yang dapat mengeksekusi program dan tindakan nyata.
“Bayangkan jika kita dapat memanfaatkan agentic AI dengan data yang kita punya sebagai enterprise, akan sangat banyak peluangnya di sana,” ia menambahkan. Salah satu contoh penggunaan agentic AI yang disampaikan oleh Fajar adalah menghasilkan lead untuk penerapan di bidang perbankan.
Dan saat agentic AI berkembang, Sherlie Karnidta menggarisbawahi pentingnya tata kelola data yang kuat akan untuk mendapatkan insight yang bisa diandalkan.