Serangan DDoS Layer 7 yang lebih kompleks juga menjadi ancaman serius. "Serangan Layer 7 saat ini jauh lebih berbahaya dibandingkan sebelumnya karena melibatkan serangan multi vektor. Artinya, para peretas menyerang berbagai bagian sistem secara bersamaan, membuat pertahanan tradisional yang hanya fokus pada satu bagian menjadi tidak efektif," jelas Reuben Koh.
Ia juga menambahkan bahwa AI kini digunakan oleh para penyerang untuk memilih target yang rentan dengan lebih cepat, seperti sistem yang belum di-patch. "AI membantu penyerang menemukan titik lemah tanpa harus melakukan uji coba berkali-kali," tambahnya.
Ancaman Hacktivisme dan Geopolitik
Selain faktor ekonomi, serangan DDoS juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan aktivitas hacktivisme.
Reuben Koh menambahkan, "Kami melihat banyak serangan DDoS yang didorong oleh aktivitas hacktivisme, terutama yang terkait dengan konflik geopolitik. Infrastruktur kritis seperti transportasi dan keuangan sering kali menjadi target utama."
Menurutnya, ancaman hacktivism akan berlanjut di tahun 2025 ini, yang bisa berupa serangan DDoS.
Kemampuan Baru Anti-DDoS
Menjawab tantangan penanganan serangan DDoS, Akamai telah meluncurkan kemampuan anti-DDoS berbasis perilaku di firewall aplikasi web. "Teknologi ini bukan hanya menghentikan serangan DDoS, tetapi juga memastikan bahwa lalu lintas yang baik tetap dapat mengalir," tambah Reuben.
Menurutnya, kemampuan ini sangat penting misalnya bagi penyedia e-commerce yang menghadapi lonjakan lalu lintas saat peluncuran produk baru.
"Sistem anti-DDoS biasa mungkin salah mengira lonjakan tersebut sebagai serangan, sehingga menghentikan akses pelanggan yang sah dan menyebabkan hilangnya pendapatan. Teknologi kami memastikan lalu lintas yang baik tetap masuk dan transaksi terus berjalan," lanjutnya. Dengan cara ini, layanan juga tetap terproteksi dan pelanggan tetap bisa dilayani meskipun ada lonjakan traffic yang berpotensi ancaman.