Find Us On Social Media :

Penciptaan Teknologi Masa Kini yang Terinsiprasi dari Alam Sekitar

By Dayu Akbar, Rabu, 16 Mei 2018 | 08:00 WIB

Dalam menghasilkan suatu karya, bisa dikatakan manusia akan membutuhkan inspirasi. Dan hal-hal yang menginspirasi memang dapat datang dari mana saja. Namun, kebanyakan inspirasi tersebut datang dari alam ataupun terinspirasi oleh alam.

Batasan karya di sini tidak terbatas pada dunia seni saja. Penemuan maupun pengembangan teknologi juga bisa disebut sebuah karya. Sebagian teknologi yang kita nikmati dan gunakan saat ini tercipta berkat inspirasi dari alam, misalnya dari karakter atau kemampuan tertentu yang dimiliki oleh hewan. Sebenarnya ada cukup banyak contoh yang bisa dipaparkan namun tidak semua erat berhubungan dengan teknologi informasi.

Nah, beberapa contoh yang cukup dekat berhubungan dengan teknologi informasi akan kami paparkan berikut ini.

HDR dan Deteksi Gerak

Teknologi deteksi gerak sudah lazim dijumpai pada kamera digital. Bahkan kamera yang disematkan pada ponsel pun – khususnya ponsel menengah ke atas, telah memiliki teknologi itu. Dengan menggunakan teknologi deteksi gerak ini, kamera akan selalu fokus pada suatu objek meskipun objek tersebut bergerak. Contoh yang sering dipaparkan adalah saat memotret mainan kereta api yang terus bergerak.

Teknologi deteksi gerak pada kamera tersebut ternyata terinspirasi dari lalat. Menurut tim peneliti dari Australia, lalat dapat mendeteksi gerakan di lokasi yang tertutup oleh bayangan. Lalat juga dapat melihat objek yang bergerak, meskipun di latar belakang objek tersebut terdapat motif yang ruwet, yang menyamarkan objek bersangkutan.

Berbekal kemampuan deteksi gerak lalat tersebut, para peneliti lalu mempelajari kemampuan mata lalat dalam melihat. Mereka menemukan bahwa mata majemuk lalat ternyata mampu menangkap berbagai tingkatan cahaya.

Russell Brinkworth, seorang peneliti pascadoktoral dari University of Adelaide, akhirnya merancang peranti lunak yang dapat “melihat” bagaimana cara kerja mata lalat. Ketika diwawancarai, Brinkworth mengatakan bahwa sekitar tiga setengah tahun sebelumnya, tim peneliti yang dipimpinnya telah mampu menirukan langkah awal proses transformasi cahaya ke medan listrik di dalam otak lalat.

Brinkworth kemudian membangun model elektronik untuk melakukan simulasi cara kerja mata lalat dengan alat elektronik umum seperti resistor, kapasitor, dan sensor cahaya. Hasil tangkapannya kemudian diolah dengan peranti lunak yang telah dia kembangkan sebelumnya.

Setelah berhasil dengan model yang dibuat dengan alat-alat “sederhana” tersebut, Brinkworth kemudian bekerja keras supaya model tersebut dapat dibuat dengan ukuran yang jauh lebih kecil sehingga dapat disematkan ke dalam microchip yang bakal menjadi “otak” sebuah kamera.

Penemuan Brinkworth ini kemudian membawa perubahan drastis dalam dunia kamera digital karena dengan teknologi mata lalat tersebut, sensor kamera kini mampu menangkap berbagai tingkat cahaya sehingga bisa menghasilkan foto yang lebih menyeluruh. Misalnya saat mengambil foto seseorang yang sedang duduk di dekat jendela pada siang hari, sensor mata lalat itu mampu menampilkan wajah orang tersebut dengan jelas dan pemandangan yang ada di luar jendela juga tetap tertangkap. Pada sensor model sebelumnya, kemungkinan besar akan terjadi overexposure pada bagian pemandangan di luar jendela. Teknologi semacam ini yang akhirnya dikenal dengan HDR (high dynamic range).

Sampai di sini, Brinkworth masih belum mampu menirukan kemampuan deteksi gerak mata lalat. Hingga suatu saat, Brinkworth menyatakan bahwa kemampuan deteksi gerak tersebut penting untuk keamanan dan pertahanan. Pernyataan Brinkworth tersebut didengar oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan mereka menawarkan bantuan dana kepada Brinkworth untuk melakukan riset deteksi gerak tersebut.

Di bidang militer, penelitian Brinkworth berkembang menjadi kemampuan deteksi gerak pada suasana yang “ramai”, misalnya pesawat atau peluru kendali di tengah awan pekat. Dalam skala lebih umum, sumbangsih Brinkworth nyata pada kemampuan deteksi gerak kamera.

Efek Visual 3D

Anda tentunya sudah relatif sering menikmati film 3D, kebanyakan di bioskop. Selain itu, walaupun relatif masih jarang dijumpai di rumah tangga, sebenarnya teknologi 3D juga tersedia pada pemutar DVD atau Blu-ray, termasuk yang ada di komputer.

Siapa yang menyangka, teknologi 3D yang canggih saat ini terinspirasi dari hewan juga, yaitu udang mantis (odontodactylus scyllarus). Awalnya, teknologi 3D lebih banyak dikembangkan dengan “permainan” lensa saja. Namun berkat kerja sama penelitian yang dilakukan antara National Taipei University of Technology dan Pennsylvania State University, dikembangkanlah sesuatu bernama waveplate yang dapat meningkatkan kualitas efek visual 3D dan menciptakan gambar “high definition” pada pemutar DVD.

Waveplate ini dikembangkan berdasarkan struktur mata udang mantis. Menurut Jen Yi-Jun, seorang profesor dari Electro-Optical Engineering di National Taipei University of Technology, mata udang mantis dapat mengelola polarisasi cahaya sedemikian rupa karena memiliki birefringence atau pembiasan ganda.

Jen Yi-Jun mengatakan bahwa cahaya adalah sejenis gelombang elektromagnetik yang dapat dilihat oleh manusia, tapi bagaimana cara gelombang elektromagnetik tersebut bergetar tidak dapat ditangkap oleh mata manusia. Dengan kemampuan birefringence-nya, udang mantis dapat melihat cahaya terpolarisasi dan getaran medan listrik semua warna.

Kemampuan ini penting bagi udang mantis untuk membedakan jenis kelamin udang mantis yang lain. Ya, ternyata di dalam warna-warni tubuh udang mantis yang indah tersebut terdapat “kode” yang menunjukkan jenis kelaminnya.

Komputer Masa Depan

Manusia selalu tertantang untuk membuat komputer yang makin lama makin canggih, bila perlu secanggih otak manusia. Namun, sepertinya kompleksitas dan efisiensi otak manusia masih mustahil untuk dicapai oleh komputer buatan manusia, bahkan sangat mungkin tak akan pernah tercapai.

Karena itu, manusia “menurunkan target” mereka dalam pengembangan komputer masa depan, bukan lagi untuk menyamai otak manusia melainkan otak kucing. Otak kucing dipilih karena tidak serumit otak manusia, namun masih cukup rumit untuk dijadikan tantangan dalam mencapai visi menciptakan komputer canggih.

Salah satu peneliti yang menekuni pengembangan komputer yang menyerupai otak kucing ini adalah Wei Lu dari University of Michigan. Penelitian Wei Lu dilakukan dengan cara mengamati aktivitas sirkuit sel otak kucing dalam pengenalan wajah. Wei Lu berharap, hasil dari penelitiannya akan menghasilkan komputer yang mampu melakukan pengenalan wajah jauh lebih baik dibandingkan dengan komputer super yang ada sekarang.

Sudah tentu, bila mampu melakukan pengenalan wajah dengan lebih baik, komputer tersebut tentunya juga dapat melakukan pengambilan keputusan yang rumit. Komputer ini diharapkan juga bisa melakukan tugas bersamaan (multitask) yang jauh lebih banyak dari yang dapat ditangani komputer zaman sekarang.

Dalam penelitiannya, Wei Lu menggabungkan dua sirkuit elektronik rumit dengan sebuah memristor (memory resistor) yang mampu menghasilkan sebuah sistem yang disebut spike timing dependent plasticity. Sistem inilah yang mendasari kemampuan mengingat dan belajar pada kucing.

Memristor sendiri adalah sebuah komponen elektronika yang dapat mengingat histori arus listrik yang melaluinya, meskipun arus listrik tersebut telah dimatikan. (Yahya Kurniawan)