Find Us On Social Media :

500.000 Data Pengguna Pribadi Bocor, Google Segera Tutup Google+

By Adam Rizal, Selasa, 9 Oktober 2018 | 07:30 WIB

Ilustrasi data pengguna Google+

Setelah Facebook dan Yahoo, kini kasus kebocoran data pengguna kembali menimpa Google.

Google Alphabet Inc akan menutup jejaring sosial Google+ karena ada 500.000 data penggunanya yang bocor oleh ratusan pengembang.

Tampaknya, Google tidak mau belajar dari kasus kebocoran data yang terjadi belakangan ini di perusahaan teknologi.

Google gagal dan memperketat kebijakan berbagi datanya.Kasus kebocoran itu terungkap ketika Google akan melakukan pembaruan peranti lunak.

Penyebab kebocoran data pengguna ditengarai berasal dari sebuah bug API di dalam platform yang bisa memberikan akses kepada pengembang aplikasi pihak ketiga untuk mengakses profil dan data pribadi pengguna Google+.

"Kami belum menemukan bukti kalau ada pengembang yang sudah sadar akan bug ini, atau menyalahgunakan API. Kami juga belum menemukan ada satu data pun yang disalahgunakan," ujar VP Engineering Google Ben Smith.

Data-data pengguna Google+ yang bocor meliputi nama, alamat email, pekerjaan, jenis kelamin dan usia.

Kerentanan celah keamanan peranti lunak Google itu memungkinkan para pengembang mengambil data pengguna Google+ dari tahun 2015 dan 2018, demikian Engadget melaporkannya.

Google sendiri mengakui kalau bug tersebut sebetulnya sudah ditambal sejak Maret 2018.

Google pun akan merombak izin akun untuk memungkinkan pengguna memilih data yang ingin dibagikan kepada aplikasi pihak ketiga.

Kasus itu membuat saham induk Google, Alphabet turun 1 persen ke USD 1155,92 persaham seperti dikutip Reuters.

Menurut sumber The Wall Street Journal, awalnya Google memilih bungkam dan tidak mengungkapkan masalah keamanannya karena kekhawatiran regulasi keamanan.

Selain itu, Google khawatir masalah kebocoran data ini akan mengundang perbandingan dengan kebocoran informasi pengguna Facebook Inc ke perusahaan data Cambridge Analytica.

Laporan The Wall Street Journal itu pun mengundang pakar keamanan dan privasi serta analis keuangan untuk mempertanyakan keputusan tersebut.

"Pengguna memiliki hak untuk diberitahu jika informasinya dapat dikompromikan," kata Jacob Lehmann (Direktur Pelaksana di Perusahaan Hukum Friedman CyZen).

Google sendiri meluncurkan Google+ pada 2011 untuk mengikuti kesuksesan Facebook yang berhasil mendatangkan banyak iklan.

Padahal, kemampuan Facebook saat itu hanya mengandalkan data pengguna yang berbagi teman, suka, dan aktivitas online mereka.

Google+ akan tetap menjadi opsi jaringan internal untuk organisasi yang membeli Google G Suite, sekumpulan aplikasi untuk membuat dokumen, spreadsheet, dan presentasi.

Sundar Pichai (Chief Executive Google) telah mengetahui masalah ini dan Google menolak berkomentar di luar posting blognya.