Find Us On Social Media :

Transformasi Pertanian, CrowdFarmX Terapkan Intelligent Enterprise

By Liana Threestayanti, Kamis, 8 November 2018 | 09:00 WIB

David Tan, Founder & CEO, CrowdFarmX di acara SAP Powering Customer Success

Startup cooperative farming dari Singapura, CrowdFarmX, menerapkan konsep intelligent enterprise untuk transformasi pertanian.

Delapan puluh persen dari pasokan makanan dunia diperoleh dari usaha pertanian tradisional berskala kecil. Sedangkan 20 persen lainnya dipasok oleh pertanian korporasi. Ironisnya, meski berada di rantai pasokan industri yang bernilai US$ 6 triliun, 570 juta petani tradisional ini justru memperoleh pendapatan yang sangat rendah.

"Para petani kecil ini bertani hanya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga rasio antara petani kecil dan petani profesional dalam hal pasokan ke pasar bisa sampai 100 kali lipat. Artinya di atas luas tanah garapan yang sama, petani profesional dapat menghasilkan seratus kali lebih banyak," papar David Tan, Founder & CEO, CrowdFarmX.

Selain itu, David Tan mengingatkan potensi krisis pangan yang diperkirakan terjadi dalam waktu tiga puluh tahun lagi akibat lonjakan jumlah penduduk dunia, dari sekitar 7 miliar menjadi 9 miliar. Secara matematis, dengan catatan faktor-faktor lain bersifat status quo, David memperirakan dunia akan membutuhkan 700-800 juta orang petani untuk menghasilkan produk pangan.

"Is it possible? Sekarang, kebanyakan para petani itu sudah memasuki usia 65 tahun. Dan dalam dua dekade terakhir, mereka bekerja keras mengumpulkan uang untuk menyekolahkan anak-anaknya di kota, mereka tidak ingin anak-anaknya menjadi petani karena petani diidentikkan dengan kemiskinan," jelas David di hadapan awak media yang hadir dalam event "SAP Powering Customer Success in Southeast Asia" di Manila, Filipina, kemarin (7/11).

Tiada pilihan selain melakukan transformasi pertanian. "Target utama kami adalah mengangkat petani dari lembah kemiskinan, membuat bertani sebagai profesi yang menguntungkan, dan mengamankan pasokan pangan dunia di masa depan," papar David Tan.

Manfaatkan Cloud, Blockchain, dan IoT

CrowdFarmX memanfaatkan teknologi blockchain, Internet of Things (IoT), dan cloud untuk membantu petani memperoleh akses terhadap pengetahuan dan teknologi, pasar, dan akses layanan perbankan.

Startup farming cooperative berbasis blockchain pertama di dunia ini membangun center of excellence yang disebut Food Cradle untuk melakukan transfer pengetahuan, terutama kepada petani generasi kedua, agar dapat menghasilkan produk tani yang berkualitas dan berkuantitas tinggi.

Food Cradle bekerja di atas platform CrowdFarmX yang berbasis teknologi blockchain, IoT, dan cloud untuk menghubungkan secara langsung para petani tersebut dengan pasar global. "Di sinilah teknologi SAP membantu kami," jelas David Tan. Mulai bulan Desember nanti, CrowdFarmX akan memanfaatkan SAP S/4HANA Public Cloud untuk mempercepat proses on-boarding 10 juta petani Asia Tenggara ke platformnya dalam waktu 22 tahun ke depan.

Intelligent ERP suite, S/4 HANA Public Cloud akan membantu CrowdFarmX memperoleh visibilitas terhadap supply chain, mengintegrasikan production planning serta manajemen proses bisnis, serta memperkuat predictive analytics, misalnya untuk mendukung platform CrowdFarmX IoT dan blockchain melakukan track & trace untuk memastikan hasil pertanian yang aman dikonsumsi.

Saat ini, CrowdFarmX sudah memiliki mitra Food Cradle di daerah Sentul City, Bogor (Indonesia), Graceland (Thailand), dan Mekong Homes (Kamboja) yang akan menjangkau lebih banyak petani di daerah pinggiran dan pedesaan.