Salah satu masalah klasik pertanian di Indonesia adalah masalah hama. Contohnya tahun 2017 lalu, ketika cuaca dengan kelembaban tinggi menyebabkan munculnya epidemik hama. Alhasil, produksi padi nasional kala itu mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Bicara tentang hama, aspek penting untuk mengatasinya adalah melakukan identifikasi yang tepat. Sisi inilah yang menjadi fokus Neurafarm, sebuah perusahaan rintisan asal Bandung. Perusahaan yang didirikan oleh Febi Agil Ifdillah ini menghadirkan aplikasi yang disebut Dr. Tania. “Aplikasi ini akan membantu petani dalam mengatasi penyakit tanaman” ungkap Febi.
Caranya pun terbilang praktis. Petani hanya perlu memotret daun yang terserang penyakit menggunakan kamera smartphone lalu mengirimkan fotonya lewat aplikasi Dr. Tania. Secara cepat, Dr. Tania akan mengirimkan diagnosis lengkap, termasuk cara menanganinya.
Dr. Tania sendiri pada dasarnya adalah chatbot yang menggunakan teknologi Artificial Intelligence untuk menganalisa jenis penyakit tanaman. Dari foto yang dikirim petani, sistem AI di balik Dr. Tania akan menganalisa berdasarkan database penyakit yang Neurafarm miliki.
Saat ini, Dr Tania dapat mendeteksi 36 penyakit (atau tidak ada penyakit) pada 15 jenis komoditas pertanian seperti apel, blueberry, cherry, jagung, anggur, jeruk, persik, lada merica, kentang, raspberry, kedelai, labu, strawberry dan tomat. Ke depannya, Dr. Tania akan segera merilis versi yang dapat mengidentifikasi cabai dan padi.
Menyebar Global
Aplikasi Dr. Tania juga dilengkapi fitur katalog berisi ribuan jenis penyakit tanaman. Dengan adanya fitur ini, petani bisa belajar lebih lanjut tentang penyakit tanaman, cara merawat tanaman, dan informasi-informasi penting lainnya. “Nantinya, akan hadir juga fitur-fitur tambahan yang dapat membantu para petani di kegiatan sehari-harinya,” tutur Febi.
Saat ini Neurafarm sudah digunakan 500 pengguna terdaftar yang tersebar di lebih dari 35 kota. Mayoritas pengguna berasal dari area Bandung dan sekitarnya, mengingat sosialisasi Neurafarm selama ini memang fokus di area tersebut. Yang menarik, sekitar lima perguna berasal dari negara lain seperti Malaysia, Brazil, atau Bangladesh. “Namun saat ini Neufarm ingin fokus di pasar Indonesia dulu” tambah Febi.
Untuk model bisnisnya sendiri, Dr. Tania mengambil pendekatan freemium. Saat ini Dr. Tania bisa digunakan secara gratis, namun ke depan pengguna bisa membeli program langganan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Saat memberikan solusi penyakit, Dr. Tania juga menyertakan rekomendasi produk. “Fasilitas ini juga bisa menjadi revenue stream dengan ad placement” ungkap Febi.
Ketika ditanya target ke depan, Febi ingin memanfaatkan teknologi pertanian presisi (precision farming) lainnya untuk melengkapi Dr. Tania. “Target kami adalah membuat ekosistem utuh yang terintegrasi, tidak hanya sebuah produk saja” tambah Febi.
Ketika ditanyai soal target kedepannya, Febi menjelaskan bahwa Neurafarm akan mengembangkan teknologi-teknologi pertanian presisi pendukung lainnya untuk melengkapi Dr. Tania. “Target kami adalah membuat ekosistem utuh yang terintegrasi, dibandingkan hanya membuat sebuah produk saja. Di antaranya menggunakan teknologi-teknologi seperti satellite, drone, IoT,” tambah Febi.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR